Global South vs Global North
Tapi tantangan yang digoncangkan oleh Rusia dan China ini tak serta merta membuat negara-negara dunia terbawa dalam polarisasi politik global. Istilah Global South mengemuka di berbagai forum dunia untuk menggambarkan negara-negara yang enggan dikaitkan dengan negara-negara kolonial di masa lalu.
Istilah Global South tidak serta merta bermakna geografis. Ada dua negara terbesar dalam Global South (China dan India) yang seluruh wilayahnya terletak di belahan Bumi bagian utara. Penggunaan istilah itu justru menunjukkan campuran kesamaan politik, geopolitik, dan ekonomi antarnegara. Global South menggambarkan negara-negara yang termarjinalisasi oleh agenda kolonialisme.
Pada forum-forum yang membahas perubahan iklim, istilah Global South menguat untuk menggambarkan betapa kolonialisme terus dilawan hingga sekarang. Industrialisasi di belahan bumi utara selama dua abad terakhir menghasilkan sebagian besar emisi gas rumah kaca (GRK). Diperkirakan bahwa belahan bumi utara bertanggung jawab atas 92% emisi GRK .
Namun, negara-negara penghasil polusi tinggi ini telah meminta negara-negara lain di dunia untuk mengurangi tingkat emisi mereka. Ini berarti pembatasan industrialisasi yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi mereka. Kemunculan Global South vs Global North menandakan bahwa tatanan dunia mengarah pada situasi yang menantang status quo.
Transisi ini rupanya telah mengarahkan para pemimpin dunia untuk berpikir secara lebih cerdas dan jernih dalam konfigurasi polarisasi politik global. Karena pada dasarnya tidak ada negara yang menghendaki untuk dirugikan ketika menjalin hubungan dengan negara lain. Memilih dan memilah secara lebih teliti menuntun para pemimpin untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan.
Pada akhirnya, cita-cita para pendiri bangsa Indonesia yang dituangkan dalam konstitusi, yaitu “…ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,..” adalah landasan utama bagi para pemimpin negeri ini dalam berdiplomasi dan bergaul di kancah internasional.
Dalam konteks kepemimpinan Indonesia, Presiden terpilih, Jenderal (Purn) Prabowo Subianto dituntut untuk mampu mencermati perkembangan transisi ini supaya dapat menghindari jebakan-jebakan konfigurasi politik polarisasi global. Dengan menyatukan kekuatan dari berbagai sisi, membangun sinergi dengan seluruh elemen bangsa, diharapkan mampu menghantarkan kita untuk mengolah potensi unggulan nasional guna membangun kekuatan nasional yang kuat dan tangguh demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. (ANTARA)