Kepemimpinan Nasional Dalam Menghadapi Transisi Tatanan Internasional

Sikap terbuka China terhadap investasi asing telah mendorong produksi dalam negeri meningkat. Inisiasi pengembangan teknologi untuk berbagai sektor bertumbuh pesat. AS merasa kecolongan dengan cara China mengembangkan ekonominya. Lambat laun kekuatan perdagangan kedua di dunia dipegang oleh Negeri Tirai Bambu itu.

Puncaknya, terjadi defisit perdagangan AS dengan China sebesar 419,5 miliar dolar AS. AS mati-matian berupaya mempertahankan dominasi ekonominya dengan cara memberlakukan kenaikan tarif impor kepada China, pembatasan perdagangan teknologi semikonduktor dan Artificial Intelligence (AI/kecerdasan buatan). Sementara itu China membalasnya dengan dedolarisasi. Mengajak sejumlah negara meninggalkan dolar dan menggunakan Yuan.

Nyatanya hingga hari ini China terus membayang-bayangi AS sebagai negara dengan jumlah perdagangan global terbesar kedua. Selain itu, menurut laporan dari Badan Kekayaan Intelektual PBB menunjukkan bahwa China memimpin soal paten Artificial Intelligence Generatif dengan mendaftarkan 38.000 paten dalam periode 2014 – 2023. Angka itu jauh lebih tinggi dibanding AS yang hanya mendaftarkan 6.276 paten pada periode serupa.

Secara ekonomi, Rusia dan China mengembangkan aliansi baru. BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) mewakili 23% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia dan 42% populasi dunia. Negara-negara BRICS berupaya mengimbangi dominasi G7 yang mewakili negara-negara barat. Bergabungnya Iran dengan BRICS pada awal 2024 semakin memperkuat tantangan ini.

Berbagai tantangan ini pelan-pelan menggeser dominasi AS dalam politik global. Situasi yang sulit diterima ini memaksa aliansi negara-negara Barat untuk masuk pada situasi transisi tatanan internasional menuju tatanan internasional baru.

Dengan cara pikir tatanan internasional lama, AS dan negara Barat mencoba mempertahankan dominasinya dengan menggunakan kekuatan militernya. Aliansi militer baru dibentuk, seperti AUKUS (Australia, Inggris, dan AS), dan aliansi militer AS-Jepang serta mengaktifkan kembali aliansi yang sudah lama terbentuk, misalnya Five Defence Power.

Tampaknya, Rusia dan China juga telah bersiap diri dengan teknologi dan peralatan militernya. Rusia secara jelas melancarkan invasinya di Ukraina. Putin juga telah berupaya mengambil dukungan dari Korea Utara. Sementara China masih bermain-main dengan Laut China Selatan dan upaya untuk melakukan serangan militer di Taiwan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan