Dia menilai, pemerintah mempunyai sumber daya finansial yang cukup, dibandingkan dengan kelompok pengelolaan di permukiman.
Dengan begitu, ujar Arif, kiranya akan lebih mudah dilakukan pemerintah untuk mendorong pengelola kawasan komersil ini dalam pengelolaan sampah organiknya.
“Di satu sisi, kawasan komersil, sebagai kawasan yang memiliki lembaga pengelola juga harus bertanggungjawab untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri, tanpa harus membebani APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah),” ujarnya.
Arif mengaku, pihaknya mengetahui adanya instruksi Gubernur Jabar, terkait pelarangan sampah organik dibuang ke TPAS, yakni dari beberapa kali kegiatan sosialisasi yang dilakukan pemerintah dan itupun hanya berupa imbauan.
“Untuk implementasi berupa pendampingan, konsep serta alur pengelolaan bagaimana hampir tidak pernah dilakukan oleh Pemkot ataupun DLH Kota Bandung,” bebernya.
Arif mengungkapkan, AKAR merupakan salah satu penyumbang PAD terbesar di Kota Bandung sekira mencapai 30 persen dari total PAD Kota Bandung.
“Karena core bisnis kami di bidang pariwisata, maka kami konsen dan mendukung kebijakan pelarang sampah organik ke TPAS, karena persolan sampah ini sangat mempengaruhi usaha kami,” ungkapnya.
Arif menyatakan, sisi lain pemerintah memina agar sampah dapat dikelola secara mandiri, namun Pemkot Bandung mengabaikan kewajiban mereka sebagai pihak yang harusnya melakukan sosialisasi, pendampingan serta monitorng dan evaluasi yang berkesinambungan.
“Agar proses pengelola sampah organik yang dihasilkan kawasan komersil ini bisa diimplementasikan oleh pengelola,” ucapnya.
Arif memaparkan, tarif retribusi persampahan yang dibebankan pada Kafe & Restoran ini sebesar Rp600.000 per bulan, itu pun belum biaya yang harus mereka keluarkan sebagai upah pengangkutan, yang dilakukan oleh petugas penarikan ke TPS terdekat, yang rata-rata mereka harus keluarkan per bulannya sebesar Rp300.000.
“Meskipun berat bagi kami untuk mengelola sampah secara mandiri, jika itu menjadi kebijakan pemerintah kami akan patuhi,” paparnya.
Hanya saja, Arif menambahkan, restribusi sampah yang dibebankan pada Kafe & Resto selama ini, harus dibebaskan atau ditiadakan untuk bisa dipergunakan sebagai biaya dalam pengelolaan secara mandiri tersebut.
“Saya mendorong agar ke depannya ada atau lahir aturan pengelolaan sampah di kawasan komersil yang jelas, terarah dan terukur dari mulai konsepnya. Pembinaan serta pengawasan atau reward maupun punisment,” imbuhnya.