Ada 20.000 Rumah Tak Layak Huni di Kota Bandung

JABAR EKSPRES – Puluhan ribu unit rumah tidak layak huni (Rutilahu) tercatat masih berdiri di sejumlah wilayah. Hal ini berdasarkan data yang dihimpun Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Bandung, pada rentang waktu tahun 2022 hingga 2024.

Kepala Seksi Pembangunan Perumahan, Bidang Perumahan, DPKP Kota Bandung, Rino Novian Subhan menilai jumlah peningkatan rutilahu tersebut dinamis. Namun secara total, pihaknya belum mempunyai keseluruhan data.

“Untuk jumlah rutilahu, sampai dengan 2022 sejumlah 18.966 unit yang terdata oleh DPKP. Namun jumlahnya dinamis. Perkiraan sampai 2024 ini, bisa mencapai 20.000 unit,” ungkap Rino kepada Jabar Ekspres, Senin (19/8).

“Kalau untuk total rumah layak huni, insyaallah tiap tahun ada kenaikan. Termasuk tahun ini. Tahun 2023, hasil evaluasi penanganan kawasan kumuh teridentifikasi masih tersisa 315,337 Ha,” ucapnya.

Dia menambahkan, lokasi rumah kumuh terdapat hampir di seluruh bantaran aliran sungai di Kota Bandung. Berdasarkan catatan pihaknya, penertiban rumah kumuh paling banyak dan sudah ditangani berada di kawasan Batununggal, kurun waktu 2020-2023.

“Penanganan rutilahu dan kawasan kumuh dilakukan secara jangka pendek dan jangka menengah. Jangka pendek, bantuan perbaikan rutilahu untuk rumah milik di atas lahan milik sendiri. Perbaikan infrastruktur. Saluran drainase dan jalan lingkungan, sarana air bersih, serta sanitasi,” tambah Rino.

Dia melanjutkan, pihaknya juga lakukan perbaikan rumah korban bencana. Dari tahun 2023 penanganan hanya sekitar 1.400-an. Menurutnya, kendala perbaikan selalu ada. Terutama soal status rumah kumuh yang hendak diperbaiki. “Kami belum punya dasar hukum untuk menangani itu. Belum ada. Masih ada sejumlah titik,” lanjutnya.

Dia menjelaskan, ada perbedaan antara rumah kumuh dan rutilahu. Rumah kumuh merupakan rumah tidak layak huni yang berdiri atau dibangun di atas lahan bukan milik. Bangunan liar. “Rumah tidak layak huni berarti rumah dalam keadaan tidak memenuhi syarat bangunan yang berdiri atau dibangun di atas lahan milik,” jelasnya.

Sementara itu untuk warga yang tinggal di lahan bukan milik sendiri maupun belum memiliki rumah. Hingga saat ini pihaknya sudah memenuhi kebutuhan mereka, seperti misalnya tempat tinggal sementara unit hunian di sejumlah rumah susun sederhana sewa.

Writer: Muhammad Nizar

Tinggalkan Balasan