JABAR EKSPRES, BANDUNG – Anggota Komisi IV DPRD Jabar, Daddy Rohanady, turut mendorong agar program Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) menjadi prioritas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Program itu banyak dinanti masyarakat.
Daddy menguraikan, dalam setiap kegiatan ke masyarakat seperti reses maupun berbagai kegiatan lain selalu mendapat aspirasi terkait perbaikan rutilahu. “Artinya secara kenyataan masih banyak warga yang butuh program perbaikan rutilahu itu,” jelasnya.
Politikus Gerindra itu melanjutkan, saat ini DPRD juga tengah menggodok APBD 2025. Tahapannya masih dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
BACA JUGA:Dinas Perkim Jabar Tekankan Program Perbaikan Rutilahu jadi Prioritas di APBD 2025
Program perbaikan rutilahu itu menjadi salah satu isu yang strategis. Sehingga diharapkan tetap bisa ditampung untuk alokasi anggarannya. “Ironis memang, di wilayah Kota Bandung dan Cimahi saja masih banyak usulan masuk. Belum wilayah lain. Makanya rutilahu ini jadi PR untuk diselesaikan,” imbuhnya.
Menurut Daddy, program perbaikan rutilahu adalah salah satu bentuk hadirnya pemerintah daerah kepada masyarakat. Kucuran perbaikan program itu tidak melulu dari provinsi. Tapi bisa dari kota kabupaten ataupun APBN.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa masih banyak warga Jabar tinggal di rumah yang tidak layak huni. Pada 2023 misalnya, persentase rumah tangga di jabar yang menempati rumah layak huni ada di angka 54,17 persen. Angkanya memang naik jika dibanding 2022 yang ada di angka 53,37 persen.
BACA JUGA:Program Rutilahu Disperkim Jawa Barat Masih Melempem!
Tapi jika dicermati, jumlah itu juga menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Jabar yang tinggal di rumah yang tidak layak huni. Atau masih ada 45,83 persen.
Angka persentase rumah tangga yang menempati rumah layak huni itu tentu masih miris jika dibandingkan dengan beberapa provinsi di Pulau Jawa. Jabar memang unggul dari DKI Jakarta yang persentasenya hanya 38,80 persen.
Tapi masih kalah jika dibanding Jawa Tengah, DI Yogyakarta, ataupun Jatim dan Banten. Provinsi Banten persentasenya di angka 63,06 persen, Jawa Tengah di angka 68,85 persen, Jatim 70,74 persen, dan DI Yogyakarta 85,79 persen.