– Ayat-ayat yang mengandung perintah untuk memerangi semua kaum musyrikin yang memusuhi Rasulullah. Misalnya Q.S. At Taubah ayat 5 dan 36.
( Silakan dibuka sendiri di Mushaf Al Qur’an masing-masing untuk lebih jelasnya )
Muhammad Sa’id al-Asymawi, mantan ketua Pengadilan Tinggi Kairo, menyoroti ayat-ayat jihad dalam kajian sejarah.
Ayat-ayat jihad jelas memiliki keterkaitan dengan kondisi masyarakat saat itu.
Pada periode Mekkah, ayat-ayat yang turun tentang jihad lebih memiliki makna spiritual daripada makna fisik. Jihad yang secara prinsip lebih bermakna bersungguh-sungguh dan berjuang, berarti tetap menjaga iman, bersabar, dan menahan diri dari cercaan dan hinaan kaum musyrikin Mekkah.
Q.S. An Nahl ayat 126 misalnya memberikan makna sabar sebagai pilihan solusi yang lebih baik daripada membalas serangan kaum musyrikin.
Imam Asy Syahid Syaikh Hasan Al-Banna berkata, “Yang saya maksud dengan jihad adalah; suatu kewajiban sampai hari kiamat dan apa yang dikandung dari sabda Rosuululloh Muhammad SAW.,” Siapa yang mati, sedangkan ia tidak berjuang atau belum berniat berjuang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”.
Yaitu hadits,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ االلهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِهِ مَاتَعَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
Dari Abu Huroiroh ra. bahwa Rosululloh shollalloohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa mati, sedang ia tidak pernah berjihad dan tidak mempunyai keinginan untuk jihad, ia mati dalam satu cabang kemunafikan.”
(Muttafaq ‘alaih).
Adapun urutan yang paling bawah dari jihad adalah ingkar hati terhadap kezholiman dan yang paling tinggi perang mengangkat senjata di jalan Alloh. Di antara itu ada jihad lisan, pena, tangan dan berkata benar di hadapan penguasa tiran.
Dalam hal ini jihad berarti dakwah.
Dakwah tidak akan hidup kecuali dengan jihad, seberapa tinggi kedudukan dakwah dan cakupannya yang luas, maka jihad merupakan jalan satu-satunya yang mengiringinya.
Firman Alloh SWT,
وَجَٰهِدُوا۟ فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦ ۚ هُوَ ٱجْتَبَىٰكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَٰهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّىٰكُمُ ٱلْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِى هَٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعْتَصِمُوا۟ بِٱللَّهِ هُوَ مَوْلَىٰكُمْ ۖ فَنِعْمَ ٱلْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ ٱلنَّصِيرُ
” Dan berjihadlah kamu pada jalan Alloh dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrohim. Dia (Alloh) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rosul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Alloh. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”