JABAR EKSPRES – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA Negeri (SMAN) 2024 telah usai, namun warga tak mampu secara ekonomi di wilayah Kabupaten Bandung bagian Timur curhatkan keluhan.
Mereka mengeluhkan, ketika hendak mendaftakan anak ke SMAN melalui jalur afirmasi (khusus warga tak mampu), justru harus gigit jari karena buah hatinya tidak diterima sekolah negeri.
Hal tersebut dialami oleh sejumlah orangtua di Bandung Timur seperti wilayah Kecamatan Cileunyi, Rancekek dan Kecamatan Cicalengka.
Mirisnya, ada warga yang status pendidikan anaknya terpaksa harus putus sekolah hingga SMP, karena jika dilanjutkan bersekolah di swasta biayanya tergolong tinggi.
Selain itu, ada juga orangtua yang memaksakan menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta meski harus meminjam dana alias berhutang, demi melanjutkan jenjang pendidikan sang buah hati.
BACA JUGA: Jadi yang Pertama di Indonesia, DPRD Kota Bogor Bahas Raperda PPKLP
Seperti dialami Heri (40), warga Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi yang tergolong warga tidak mampu. Dia bekerja sehari-harinya serabutan, kini harus gigit jari karena putrina yang mau melanjutkan ke SMAN 1 Cileunyi tak diterima.
“Ya mau bagaimana lagi melalui jalur zonasi diakui ‘teu kakait’ (tidak masuk kategori dalam zona). Begitu juga di jalur prestasi, meski di SMP anak saya lulus masuk 10 besar tapi tetap enggak lolos juga,” katanya, Jumat (26/7).
Heri mengungkapkan, kala itu harapan terakhirnya agar bisa melanjutkan jenjang pendidikan sang anak, hanya melalui jalur afirmasi.
Akan tetapi, harapan terakhir terakhirnya itu pupus, sebab setelah mendaftarkan sang anak, hasilnya tidak diterima bersekolah di SMAN 1 Cileunyi.
Kediaman Heri di Kampung Cipondoh Girang, Desa Cinunuk itu, terbilang sederhana dan sempit untuk ditinggali bersama keluarganya.
BACA JUGA: Menguak Risiko di Balik Aplikasi BLK 48 yang Katanya Semakin Jaya, Adil dan Makmur
Sang istri yang berjualan makanan seblak, mengetahui putri sulungnya dari empat bersaudara tak diterima di SMAN 1 Cileunyi pun, hanya bisa menerima kenyataan dan tidak dapat berbuat banyak.
“Karena putri saya keukeuh (bersikeras) mau melanjutkan sekolah, ya akhirnya ke sekolah swasta meski harus ‘nganjuk, ngahutang’ (berhutang),” ungkapnya.