Fajar menambahkan, dalam mewujudkan Bandung sebagai kota pendidikan inklusif, tidak dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri karena tentu membutuhkan dukungan semua pihak.
Melengkapi sejumlah infrastruktur yang telah dibangun, seperti Unit Layanan Disabilitas, pelatihan kepada guru, juga stakeholders lainnya. Sehingga anak disabilitas kian nyaman menikmati masa pendidikan mereka.
“Tentunya dalam mewujudkan ini butuh dukungan semua pihak, seperti organisasi nirlaba, yayasan dan komunitas dalam penyediaan sarana prasarana, pengembangan kurikulum dan pendampingan PDBK,” lanjutnya.
Tidak lupa, peran serta masyarakat kata Fajar juga sangat penting dalam memberikan kesetaraan bagi anak disabilitas, supaya mereka tidak merasa dikucilkan. Sekaligus menekan perundungan atau bullying, bagi disabilitas di Kota Bandung. “Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat juga turut digencarkan, tentang pentingnya pendidikan inklusif,” ucapnya.
Walaupun diakuinya, dalam membuka ruang kesetaraan bagi anak inklusif ini kata dia tidak mudah. Pertama, karena keterbatasan jumlah tenaga pendidik, juga mindset atau pola pikir masyarakat terhadap anak disabilitas juga harus dibenahi. Bagaimana stigma masyarakat terhadap anak disabilitas bisa terkikis.
“Maka dari itu Disdik Kota Bandung akan terus berupaya, untuk mewujudkan kota pendidikan inklusif bagi semua anak. Dimana tentunya berkualitas, karena mereka adalah generasi penerus bangsa yang harus tangguh,” tandasnya. (bbs)