JABAR EKSPRES – Pada Sabtu, 13 Juli, upaya pembunuhan mengejutkan terjadi terhadap mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, selama kampanyenya di Pennsylvania. Pelaku, yang diketahui bernama Thomas Matthew Crooks, berhasil menembakkan peluru dari jarak yang sangat dekat, sekitar 110-120 meter dari podium tempat Trump berpidato. Insiden ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas Secret Service, yang bertanggung jawab atas keamanan para pejabat tinggi AS.
Analisis dan Temuan
Analisis audio yang dilansir dari berbagai sumber menyatakan bahwa tembakan dilepaskan dari jarak sekitar 110-120 meter dari mikrofon. Maher, seorang dosen forensik audio di Montana State University, menjelaskan bahwa bunyi tembakan tersebut merupakan contoh dari rangkaian ‘crack-pop’, yang biasanya terjadi ketika peluru supersonik melewati mikrofon sebelum suara ledakan moncong terdengar. Dengan asumsi peluru bergerak dengan kecepatan 800 hingga 1.000 meter per detik, analisis ini memperkirakan jarak penembak sekitar 110 hingga 120 meter dari mikrofon.
Temuan ini sejalan dengan laporan sumber lain, yang menyatakan bahwa tersangka berada di atap sekitar 120 hingga 150 meter dari podium saat tembakan terdengar. Posisi penembakan digambarkan berada di “jam tiga” dari podium, dengan tembakan datang dari sisi kanan mantan presiden.
Kritik terhadap Secret Service
Keberhasilan Crooks dalam membawa senjata otomatis dan bahan peledak ke lokasi kampanye tanpa terdeteksi mengundang kritik tajam terhadap Secret Service. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana pelaku bisa mendekati Trump hingga kurang dari 150 meter dan melepaskan tembakan tanpa dicegah. Bahkan, Crooks berhasil lolos membawa senjata AR-15, versi sipil dari M16 militer, ke lokasi kampanye. Sejumlah sumber keamanan juga melaporkan bahwa Crooks memiliki bahan peledak di mobil dan rumahnya.
Respons Pemerintah dan Penyidikan Lanjutan
Presiden Joe Biden telah memerintahkan Direktur Secret Service, Kimberly Cheatle, untuk meninjau kembali semua tindakan keamanan menjelang Konvensi Nasional Partai Republik sebagai tanggapan terhadap insiden ini. Selain itu, para politikus dari Partai Republik dan Demokrat mendesak jawaban atas bagaimana kejadian ini bisa terjadi dan meminta pertanggungjawaban dari Secret Service.
FBI kini tengah menyelidiki insiden ini sebagai tindakan terorisme, termasuk meninjau standar prosedur yang diterapkan oleh Secret Service pada hari kejadian. Penyelidikan juga mencakup apakah unit tersebut telah mengerahkan cukup sumber daya untuk mengamankan Trump dan kampanyenya. Mantan Wakil Direktur FBI, Andrew McCabe, mengkritik kurangnya pengamanan terhadap sudut pandang yang dapat dimanfaatkan oleh penembak dari jarak jauh.