Untuk menampung banyaknya pesanan, para pengrajin menerapkan jam kerja lembur. Bahkan agar selesai tepat waktu, para pekerja ditambah.
Selain itu, para pengrajin juga tidak akan memproduksi jenis pakaian rajutan lain selain rompi sekolah.
Jika kapasitas produksi banyak, maka Eka sering memberikan pekerjaan tersebut ke pengrajin lain dengan sistem makloon.
‘’Kalau untuk tenaga kerja, Eka biasanya merekrut langsung dari warga sekitar dengan upah borongan atau satuan,’’ ucapnya.
Dari banyaknya order rajutan rompi sekolah ini, Eka mengaku bisa maraup untuk hingga puluhan juta rupiah.
Meski begitu, untuk penhasilan tersebut Eka tetap memiliki kewajiban membayar upah pekerja dan membeli bahan benang.
Sedangkan biaya operasional lainnya adalah membayar listrik atas mesin rajut yang dia operasikan. (yan).