JABAR EKSPRES – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyampaikan bahwa, pihaknya mendorong Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) agar melakukan evaluasi terkait penerapan system zonasi, dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Hal ini disampaikan Dede Yusuf dalam Rapat Dengar Pendapat (RPD) Komisi X DPR RI dengan Eselon 1 Kemendikbudristek di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
“Untuk mengatasi permasalhan PPDB, Komisi X DPR RI mendorong Kemendikbudristek RI untuk mengevaluasi kebijakan PPDB system zonasi,” kata Dede.
Hal ini merupakan salah satu kesimpulan rapat menanggapi fenomena dugaan kecurangan dalam PPDB, yang ramai dibahas masyarakat.
BACA JUGA:Batal Dipecat, Prof Bus Kembali Jadi Dekan FK Unair Hari Ini
Kecurangan tersebut seperti “siswa titipan” di PPDB yang terungkap dalam investigasi salah satu media nasional, hingga temuan mengenai pemalsuan data di kartu keluarga.
Selain mendorong adanya evaluasi, Komisi X DPR RI juga mendorong Kemendikbudristek untuk menghidupkan kembali sistem tes masuk penerimaan siswa baru. Seperti yang sebelumnya diberlakukan oleh setiap satuan pendidikan, serta memprioritaskan kuota siswanya.
Kendati demikian, anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki telah meminta penyelenggara pendidikan agar bersikap transparan dalam melaksanakan PPDB.
Menurutnya, transparansi menjadi salah satu poin penting dalam PPDB agar tidak terjadi kecurangan didalamnya.
BACA JUGA:Ketahuan Pungli, Guru SMPN 3 Lembang Kembalikan Uang ke Ortu Murid, Namun Ditolak
“Menurut saya, masih juga aka nada masalah kalau mentalitas kita untuk berterus terang, kejujuran, transparansi itu belum ada,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Nuroji, meminta agar Kemendikbudristek bertindak tegas terhadap segala kecurangan yang terjadi selama PPDB.
Selain itu, Nuroji juga menyarankan agar para orang tua calon siswa dengan kondisi ekonomi menengah ke atas, agar mendaftarkan anaknya di sekolah swasta.
Menurutnya, hal tersebut dapat memaksimalkan pemanfaatan pendidikan gratis bagi calon siswa baru, dengan latar belakang ekonomi bawah atau kurang mampu.
“Ini justru orang yang mampu berusaha mendapatkan kursi, orang yang tidak mampu direbut dengan membeli kursi itu. Nah, kecurangan itu terjadi karena ada konsumennya juga,” kata Nuroji.