“Tapi kemudian generasi hari ini banyak yang habbitnya mengakses media internet tanpa filtrasi, jangan harap kita maju di 2045, karena kognisinya rusak,”imbuhnya.
Hal senada di ungkapkan, Komisioner KPID Jawa Barat, Syaefurrochman Achmad.
Menurutnya kemudahan dalam membuat media berbasis internet dan bisa dilakukan secara bebas menjadi permasalahan dasar, banyaknya media berbasis internet saat ini, terlebih OTT ini belum memiliki aturan yang mengatur secara kongkret layaknya media konvensional.
“Kenapa semakin banyak, karena media berbasis internet ini, tidak memerlukan izin, tanpa pengaturan, tanpa pajak, dan berdampak besar bagi publik, serta tidak di atur,” jelasnya.
Jika hal ini dibiarkan dikatakan Syae, Lembaga Penyiaran Berkeadilan hanya sebatas slogan meskipun yang di gaungkan KPI tanpa ada dukungan nyata dari pemerintah.
“Kalau tidak di atur sesegera mungkin, ya kepercayaan publik kepada pemerintah bisa turun dan semua upaya mewujudkan Lembaga Penyiaran Berkeadilan hanya angan angan sulit yang berat dilakukan KPI tanpa dukungan nyata pemerintah,” tegasnya.
Begitupun di katakan, Dosen FISIP Universitas Pasundan Bandung, Erwin Kustiman
Menurutnya hadirnya OTT tanpa ada pengawasan akan berdampak buruk bagi masyarakat bahkan bagi masa depan bangsa.
“Kebebasan OTT yang tidak terkontrol dan ketidak adilan dalam persaingan menjadi permasalahan serius bagi pemerintah dan harus diatasi,” jelasnya.
Ketika disinggung siapa yang bisa melakukan pengawasan OTT ini, Erwin menjelaskan, pengawasan lintas sektoral hingga KPI bisa melakukan pengaturan asalkan di berikan kewenangan lebih.
“KPI perlu di berikan kewenangan lebih, agar bisa mengatur demokrasi bisa berjalan baik,” pungkasnya