JABAR EKSPRES, BANDUNG – Salah satu orang tua murid di wilayah Antapani Tengah, Dudi (36) mengaku kecewa terkait hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi, di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Selasa (25/6/2024). Dirinya mempertanyakan terkait dasar acuan penerimaan PPDB tahun 2024, sebab, banyak calon siswa di wilayahnya yang tak terjaring sekolah negeri setempat.
Padahal, lewat pengukuran yang dilakukan oleh pihaknya, jarak sekolah dengan huniannya hanya terpaut 1 Kilometer (KM). keanehan sistem penjaringan PPDB jalur zonasi muncul ketika anak rekannya resmi diterima di salah satu sekolah yang dekat dengan domisilinya yakni SMPN 49 Kota Bandung.
“Gak tau sistem penerimaannya gimana, tapi masa yang deket sama SMP 49 gak keterima, tapi yang jauh keterima. Anak teman saya keterima di 49, jaraknya hampir 3 kilo, dia di Cicukang saya di Antapani, aneh juga kan,” katanya kepada Jabar Ekspres, Selasa (25/6).
BACA JUGA:Merasa Terpanggil, PWI Kota Bogor Buka Posko Pengaduan Kecurangan PPDB
Mengacu pada sistem peraturan PPDB 2024 jalur zonasi dilaman Dinas Pendidikan Kota Bandung, calon peserta didik boleh mendaftarkan maksimal dua sekolah dengan radius 3 KM. apabila mengukur jarak antara kawasan Cicukang dengan lokasi SMPN 49 yang hanya terpaut 2.6 KM, secara regulasi penerimaan tersebut dinyatakan sah.
Namun yang menjadi fokus perhatian yakni terdapat indikasi permainan “orang dalam”. Hal ini mengacu pada pengalaman Dudi yang saat itu menanyakan teknis pendaftaran kepada salah satu sekolah.
Diakuinya, terdapat permintaan uang senilai Rp5.5 juta guna kelancaran proses PPDB. Nilai tersebut identik dengan penuturan para narasumber yang sebelumnya Jabar Ekspres wawancara terkait adanya praktik pungli di salah satu sekolah.
“Staff Tata Usaha (TU) yang minta, minta Rp5.5 juta. Alasannya mah katanya sekolah ini cuman nerima siswa yang jaraknya 500 meter dari sekolah,” ungkapnya.
BACA JUGA:Pedagang Pasar Banjar Tolak Edaran Pencabutan Kartu Hak Huni Kios
Di tempat lain, salah satu orangtua sebut saja Riri menyebutkan bahwa praktik pungli atau “sogokan” awet dijalankan oleh oknum pihak sekolah di Kota Bandung.
Jadi salah satu korban yang percaya akan “titipan’, dirinya kecewa anaknya tak diterima di salah satu SMA Favorit Kota Bandung. Padahal, anak lain yang mengikuti jejaknya lolos penerimaan PPDB jalur zonasi di sekolah tersebut.