JABAR EKSPRES – Bekas Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjalani sidang sebagai saksi mahkota (saksi sekaligus terdakwa), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Dalam kesempatan itu, SYL mengaku tidak mengetahui, terkait adanya pengumpulan uang dari para eselon I Kementrian Pertanian (Kementan), dan baru mendengar hal tersebut di persidangan saat itu.
“Sharing-sharing dan pengumpulan dana itu baru saya dengar pada persidangan ini. Sebelumnya tidak, tidak ada yang melapor,” tutur SYL.
Berdasarkan pernyataan tersebut, ia menegaskan tidak pernah melakukan pengancaman, ataupun memaksa bawahannya untuk memenuhi keinginannya.
BACA JUGA:Diperiksa sebagai Saksi Mahkota, SYL Dijadwalkan Sidang Pekan Depan
Kemudian, SYL juga menyebut dirinya tidak pernah memerintahkan mantan Skertaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono untuk meminta uang kepada para pejabat Kementan, terlebih untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Sebab menurutnya, Kasdi merupakan pegawai yang professional dan akademis. Sehingga tidak mungkin eks Sekjen Kementan itu bersedia untuk meminta uang dari para pejabat eselon I Kementan.
“Dia sangat patuh pada aturan, dia orang yang selama ini menjadi imam saya kalau sembahyang. Jadi saya tidak yakin kalau itu terjadi,” paparnya.
Untuk diketahui, SYL didakwa melakukan tindak pidana korupsi, pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar di lingkungan Kementan.
BACA JUGA:Eks Bawahan Sebut SYL Pernah Tolak Uang Sekardus saat Menjabat Wakil Gubernur Sulsel
Pemerasan tersebut dilakukan bersama dua terdakwa lain, yakni Kasdi Subagyono, eks Sekjen Kementan. Dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023, Muhammad Hatta.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, salah satunya untuk membiayai keperluan pribadi SYL.
Atas perbuatannya itu, SYL terancam hukuman pidana merujuk Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.