Bandung Jadi Kota Termacet di Asia

JABAR EKSPRES – Kinerja pemerintah dalam memberikan layanan transportasi umum masih dinilai sangat kurang, sebab di sejumlah kota besar pun terbilang belum maksimal.

Pengamat Transportasi Publik sekaligus Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan, keterbatasan sistem angkutan umum menjadi salah satu sorotan.

“Keterbatasan sistem angkutan umum perkotaan mengakibatkan hambatan pertumbuhan ekonomi,” katanya kepada Jabar Ekspres, Senin (10/5).

Djoko menjelaskan, percontohan sistem angkutan umum yang terbatas hingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi yakni Kota Jakarta, Surabaya dan Bandung.

“Tiga kota tersebut bahkan termasuk kota termacet di Asia,” jelasnya.

Djoko menerangkan, akibat kemacetan, peningkatan 1 persen urbanisasi hanya meningkatkan 1,4 persen PDB per kapita.

“Sementara China 3 persen, sedangkan negara-negara Asia Timur Pasifik 2,7 persen,” terangnya.

Melansir data dari Badan Pusat Statistik, untuk jumlah kendaraan bermotor di wilayah Provinsi Jabar, mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak 2020 sampai 2022 lalu.

*Jumlah Kendaraan Bermotor di Jabar*
• Pada 2020 sebanyak 16.107.497,
• Pada 2021 sebanyak 16.848.545,
• Pada 2022 sebanyak 17.600.134.

Masih merujuk data dari Badan Pusat Statistik, untuk jumlah transportasi umum jenis moda angkutan kota/desa di wilayah Provinsi Jabar, pada 2022 totalnya ada 109.465 armada.

Jumlah tersebut tak termasuk moda armada barang, angkutan sungai dan danau hingg kereta api.

Artinya, jumlah transportasi umum di wilayah Provinsi Jabar apabila dibandingkan dengan kendaraan pribadi, memiliki perbedaan yang sangat jauh.

Oleh sebab itu, minimnya layanan transportasi umum hingga masyarakat lebih pilih menggunakan kendaraan pribadi, dengan jumlah statistik yang jomplang, menimbulkan kemacetan menghantui warga Jabar khususnya di Kota Bandung.

Djoko menilai, kurangnya kapasitas kelembagaan, rencana mobilitas terpadu hingga kapasitas fiskal daerah menjadi faktor.

“Masih ada hambatan lainya, yaitu keterbatasan disebabkan oleh kurangnya kapasitas kelembagaan, rencana mobilitas terpadu, dan kapasitas fiskal daerah,” bebernya.

Djoko mengungkapkan, belum adanya kelembagaan transportasi metropolitan, yang dapat mengintegrasikan pembangunan, mengelola lintas batas administrasi dan lintas moda angkutan dalam satu wilayah fungsional metropolitan.

“Belum terdapat rencana mobilitas perkotaan terpadu, sebagai dasar implementasi angkutan massal perkotaan, termasuk untuk jaringan dalam satu wilayah metropolitan,” ungkapnya.

Writer: Yanuar Baswata

Tinggalkan Balasan