BANDUNG – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Bandung Raya menggelar konferensi pers untuk menyampaikan beberapa hal penting terkait penanganan kasus pembunuhan Vina di Cirebon.
Ketua Biro Hubungan Antar Lembaga Permahi, Dani Maulana menegaskan, bahwa pihaknya telah mengajukan audiensi kepada Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Jawa Barat untuk mendapatkan kejelasan mengenai kondisi simpang siur yang beredar di masyarakat.
“Namun, hingga saat ini, permohonan kami belum mendapat respons yang memadai dari pihak Polda Jawa Barat,” ungkap Dani, Jumat 31 Mei 2024.
Sebagai organisasi mahasiswa yang bergerak di bidang hukum, Permahi merasa bertanggung jawab untuk mengawasi proses penegakan hukum oleh negara.
Dengan berbagai langkah yang diambil, DPC Permahi Bandung Raya berkomitmen untuk mengawal penanganan kasus almarhum Vina Cirebon agar berjalan sesuai dengan fakta hukum dan aturan yang ada, serta memastikan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dalam proses penegakan hukum.
“Kami akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran yang melibatkan seluruh aliansi Permahi se-kabupaten dan kota yang terdiri dari elemen mahasiswa hukum yang ada di Jawa Barat, bukan hanya untuk mengawal kasus Almarhum Vina saja, melainkan mengawal penegakan dan proses hukum di Indonesia agar sesuai dengan prosedur hukum yang ada,” kata Dani Maulana.
Sementara itu, Ketua Permahi Unpas Boy Sitanggang menambahkan, pencabutan status dua Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polda Jawa Barat dinilai tergesa-gesa dan tanpa pertimbangan matang.
“Jika DPO Dani dan DPO Andi dianggap fiktif, maka seharusnya status DPO Pegi juga dipertanyakan, mengingat semua nama tersebut berasal dari keterangan saksi yang sama, yaitu para terpidana sebelumnya,” kata Boy menambahkan.
Boy juga mempertanyakan bagaimana nama-nama fiktif tersebut bisa lolos dari berbagai tingkat pemeriksaan, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan. “Penetapan status DPO seharusnya tidak hanya berdasarkan keterangan saksi, tetapi juga memerlukan alat bukti lain. Alasan Polda Jawa Barat yang menyatakan tidak adanya bukti yang cukup untuk dua DPO tersebut menjadi tidak masuk akal,” terangnya.
Menurut Boy, langkah tergesa-gesa Polda Jawa Barat dalam menangani kasus ini cenderung ingin segera menutup perkara dengan cara apapun.