Melihat Lebih Dekat ”Hydro-Diplomacy” RI di Forum Air Dunia Ke-10

Menurut Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu RI Tri Tharyatmeski komitmen penolakan eksploitasi air dalam perang tersebut hanya terdiri atas satu paragraf dari keseluruhan isi naskah deklarasi, Indonesia memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk menjamin bagian tersebut dapat diterima semua negara.

Indonesia mendekati secara bilateral negara-negara yang memiliki keprihatinan atas permasalahan tersebut demi mencapai konsensus atas komitmen tersebut.

Pencapaian komitmen itu tentunya sangat penting untuk mencegah air digunakan sebagai “alat perang”, yakni dengan mendorong semua negara yang sedang terlibat dalam konflik untuk menghindarkan diri dari penyalahgunaan air untuk kepentingan perang.

Deklarasi tingkat menteri tersebut juga mencakup empat usulan tindak lanjut seusai gelaran WWF Ke-10 di Bali, yaitu pembentukan centre of excellence untuk ketahanan air dan iklim, penetapan Hari Danau Sedunia, pengarusutamaan isu pengelolaan air untuk negara-negara berkembang di pulau-pulau kecil, serta pembentukan Compendium of Concrete Deliverables and Actions.

Kemudian, terkait fokus hydro-diplomacy pada pembiayaan yang saling memberikan manfaat terkait penggunaan air, Pemerintah Indonesia berupaya mendorong pembentukan Dana Air Global (Global Water Fund )untuk merespons ketimpangan anggaran dan mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) ke-6, yaitu pemenuhan akses air bersih dan sanitasi bagi semua.

Saat ini, terdapat 2,2 miliar orang di dunia yang tidak dapat mengakses air bersih.

Pembentukan Global Water Fund ini sangatlah penting sebagai langkah nyata untuk mengatasi masalah air dunia karena diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan infrastruktur air, mitigasi krisis atau bencana terkait air, adaptasi perubahan iklim, serta mekanisme pemantauan.

Upaya hydro-diplomacy yang dilakukan Indonesia untuk mendorong pembentukan dana global itu sangat diperlukan untuk mendukung kepentingan negara-negara berkembang, termasuk negara-negara kepulauan Pasifik, terutama dalam hal pengembangan akses air bersih untuk kebutuhan manusia (water development).

Presiden Fiji, Wiliame Katonivere, dalam satu wawancara khusus dengan ANTARA, mengaku bahwa Fiji belum dapat melakukan water development sendiri karena keterbatasan kapasitas negara kepulauan Pasifik itu sehingga suatu sistem pendanaan global memang dibutuhkan.

“Kami tidak bisa mengembangkannya sendiri karena kemampuan kami terbatas, tetapi dengan adanya Dana Global Air dan kami punya keahliannya– kami punya orang-orang yang berpengalaman di bidang itu–, kami bisa mengatasi masalah air. Tidak hanya di Fiji, tetapi untuk negara pulau-pulau Pasifik lainnya,” ujar Katonivere.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan