IPRC Tangkap Peluang Kuda Hitam Tokoh Alternatif Pilkada Bandung, Ada Budi Dalton

JABAREKSPRES.COM, BANDUNG – Peta koalisi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bandung masih dinamis. Bursa kandidat untuk perebutan kursi Wali Kota dan Wakil Wali Kota itu juga belum sepenuhnya mengerucut.

Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC) turut menangkap sejumlah tokoh-tokoh alternatif yang berpeluang jadi kuda hitam dalam pesta demokrasi lima tahunan itu. Di antaranya, Toni Wijaya politikus Gerindra, Aan Andi Purnama politikus Demokrat, Andri Rusmana politikus PKS, Yunandar Eka Perwira politikus PDIP, Edwin Khadafi politikus Demokrat.

Lalu dari non partai politik seperti Bambang Tirtoyuliono Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, Dadan Reza Wardana tokoh masyarakat, Budi Dalton seorang budayawan, hingga Fiki Satari eks ketua Karang Taruna.

Mereka berpeluang dipinang, karena politik cenderung dinamis. Bisa ada perubahan dalam waktu singkat. Nama-nama tokoh itu ditangkap dari analisis dan menangkap dinamika politik yang berkembang.

Selain tokoh alternatif itu, IPRC juga memotret sejumlah kadidat yang kini menguat di internal partai politik di Kota Bandung. Seperti di PKS ada nama Asep Mulyadi dan Siti Muntamah, Gerindra ada Sodik Mujahid, Sony Salimi, dan Melly Goeslaw.

Di Golkar ada nama Atalia Praratya, Edwin Senjaya, Arfi Rafnaialdi. PDIP ada Ronald Surapraja, Andri Gunawan. Kemudian di Nasdem ada M Farhan dan Rendiana Awangga. Dan PKB ada Erwin.

Peneliti senior IPRC Fahmy Iss Wahyudy menguraikan, peluang tokoh-tokoh alternatif itu tentu masih terbuka. Karena sampai saat ini koalisi maupun penetapan kandidat yang diusung juga masih belum pasti.

Dari pantauan survei, nama-nama tokoh yang mencuat dan jadi jagoan parpol itu juga masih belum ada yang menyaingi dominasi dari Atalia. Artinya kekuatan tokoh-tokoh alternatif juga patut dipertimbangkan.

Namun demikian, Fahmy juga berpendapat bahwa sejauh ini parpol cenderung memilih kandidat yang sudah nampak. “Cenderung pilih tokoh yang sudah punya elektabilitas, modal sosial, logistik maupun modal politik,” sebutnya.

Pertimbangan itu tentu bukan tanpa alasan. “Sangat beresiko, karena persiapan dan waktu kampanye yang mempet,” tandasnya.(son)

Writer: Hendrik Muchlison

Tinggalkan Balasan