Lagi, bujuk rayu kembali dilakukan oleh pihak manajemen dengan dalih keseluruhan uang tersebut telah dibayarkan guna penebusan sertifikat hak milik (SHM). Setelah itu, pihak pengelola langsung merenovasi unit tersebut.
“Direnovasi lah walau gak semuanya. Akhirnya saya lanjut tinggal lagi gitu kan ya,” katanya
Selang beberapa bulan, Anggun kembali ditagih guna pelunasan satu unit apartemen kurang lebih Rp 7 juta dengan dalih akan diberikan surat Pengikat Perjanjian Jual Beli (PPJB). Namun ketika proses penandatanganan, surat tersebut berisi perjanjian pinjam pakai.
“Mereka tuh kaya memanfaatkan ketidaktahuan dan kelengahan saya. Katanya transfer dulu baru perjanjian belakangan. Setelah ditransfer, ketika saya minta kwitansi, katanya dasarnya apa saya meminta kwitansi,” paparnya
“Terus ketika saya disuruh tanda tangan ternyata itu perjanjian pinjam pakai, kan harusnya PPJB. Kata pihak manajemen, sampai itu lunas saya pegang surat itu dulu, padahal uang masuk udah lebih dari 70 persen,” tambahnya.
Dipersulitnya korban dalam meminta kwitansi, akhirnya ia enggan melunasi unit tersebut. Alih-alih memberikan hak Anggun, pihak manajemen justru memutus aliran listrik atas dasar penandatangan surat perjanjian pinjam pakai.
“Semenjak saya tidak dapat kwitansi, sayapun tidak maulah melunasi, terus mereka mematikan lampu (listrik) saya. Jadi saya di atas (lantai 6) gak memakai lampu, karena gak ada aliran listrik,” bebernya
Tak hanyai sampai situ, aliran air pun diputus oleh pihak manajemen karena korban enggan melunasi unit tersebut. Hal ini imbas dari segala janji yang diutarakan manajemen tak pernah ditepati.
“Bayangin, saya ngambil air dari bawah ke lantai 6 pake galon. Karena listrik dan air diputus di unit saya,” pungkasnya
Setelah tim Jabar Ekspres berkunjung ke tempat tersebut sebanyak 2 kali. Belum terdapat tanggapan dari pihak manajemen terkait polemik ini (Dam)