Sementara itu, Aktivis Lingkungan yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Kehormatan Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, Dedi Kurniawan berujar, yang jadi persoalan di Kota Bandung itu bukan seringnya air meluap hingga ke jalan, tapi sudah tidak ada atau minim sekali resapan air.
“Jangan hanya fokus menangani cara supaya banjir Kota Bandung cepat surut, tetapi dilakukan juga solusi pencegahannya,” ujarnya kepada Jabar Ekspres melalui seluler.
Oleh sebab itu, Dedi menuturkan, upaya-upaya tersebut tak akan bisa mengatasi banjir secara menyeluruh, hanya sebatas mempercepat waktu surutnya genangan air.
“Artinya banjir akan tetap ada, cuma lebih dipercepat saja genangannya. Akan beda halnya ketika dibenahi drainase sebagai upaya pencegahan,” tuturnya.
BACA JUGA: Persib vs Persija: Tensi Panas Plus Goal Getter Tengah Moncer
Adapun faktor utama sering terjadinya genangan air di beberapa titik Kota Bandung terutama kawasan Pasar Induk Gedebage, disebabkan akibat alih fungsi lahan.
Sayangnya, pemkot dalam penanggulangan banjir itu sama sekali tidak menyentuh lokasi Gedebage.
Dedi memaparkan, minimnya resapan air membuat wilayah Kota Bandung kerap dihantui banjir, sebab lahan sudah banyak dipakai pembangunan serta saluran drainase yang tidak teratur.
Adapun keberadaan kolam retensi yang dibangun Pemkot Bandung sebagai upaya penanganan banjir, Dedi menilai fungsinya hanya bisa menampung debit air yang berlebih.
“Begitu juga pompa air itu, fungsinya supaya banjir Kota Bandung tidak berangsur lama, supaya genangan lebih cepat dialirkan ke sungai,” imbuhnya.
“Seperti tidak ada perhitungan dan kajian mengenai drainase, karena ketika ada resapan air diganti jadi perumahan itu drainasenya harus diatur sedemikian rupa,” pungkas Dedi. (Bas)