JABAR EKSPRES – Playing victim, sebuah istilah yang kerap mewarnai media sosial, terutama di platform seperti Instagram dan TikTok. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan perilaku ini dan bagaimana cara mengidentifikasi ciri-cirinya? Dalam pembahasan ini, kita akan merinci empat ciri perilaku playing victim serta dampak negatifnya terhadap diri sendiri dan orang lain.
Dilansir dari laman resmi Siloam Hospitals, playing victim merupakan perilaku seseorang yang cenderung menempatkan dirinya sebagai korban dalam berbagai situasi, baik yang nyata maupun hanya ada di pikirannya. Individu dengan perilaku ini sering merasa hidupnya tidak adil dan tak mampu mengubah keadaan. Mereka juga sering menggunakan manipulasi dan menyalahkan orang lain untuk mendapatkan perhatian, simpati, atau bahkan menghindari tanggung jawab.
Adapun empat ciri khas perilaku playing victim yang perlu diwaspadai adalah:
1. Menjadikan Orang Lain sebagai Kambing Hitam
Salah satu ciri yang mencolok dari orang yang sering melakukan playing victim adalah kecenderungan untuk menjadikan orang lain sebagai kambing hitam atau menyalahkan mereka atas terjadinya suatu kesalahan. Dampaknya dapat merusak hubungan interpersonal.
2. Fokus pada Masalah bukan Solusi
Individu dengan perilaku playing victim cenderung lebih suka mengeluh dan membesar-besarkan masalah tanpa mau mencari solusi atau jalan keluar. Mereka berharap orang lain akan membantu atau merasa iba pada mereka.
3. Selalu Pesimis
Ciri lain yang sering muncul pada orang dengan perilaku playing victim adalah sikap pesimis terhadap hidup. Mereka selalu berpikir bahwa keadaan mereka tidak akan pernah membaik dan merasa tidak memiliki kontrol atas apa yang terjadi.
4. Selalu Beralasan
Orang dengan perilaku ini sulit mengakui kesalahan mereka sendiri dan cenderung mencari alasan atau pembenaran untuk membela diri. Mereka juga sering menyalahkan orang lain atas kegagalan yang mereka alami.
Perilaku playing victim, jika dibiarkan, dapat memberikan dampak negatif baik bagi pelaku maupun lingkungannya. Terutama dalam konteks hubungan sosial, keberadaan individu dengan perilaku ini dapat merugikan dinamika kelompok.
Hampir 90 hingga 95 persen reseptor serotonin, sejenis neurotransmitter penting untuk tidur, suasana hati, dan nafsu makan, terdapat di usus. Kaitannya dengan topik ini, penelitian juga menunjukkan bahwa pola makan berkualitas tinggi dapat memengaruhi hormon perasaan senang.