JABAR EKSPRES – Sejumlah daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat dilanda bencana alam luapan air, seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang mengatakan, kejadian bencana di Bandung Raya itu, terjadi secara serentak pada Kamis, 11 Januari 2024 lalu.
“Bencana di Bandung Raya kemarin, adalah salah satu akumulatif dari setiap kegiatan yang tidak mempertimbangkan keberlangsungan lingkungan serta keselamatan manusia,” kata Iwang kepada Jabar Ekspres, Jumat (12/1).
Menurutnya, ketika kegiatan tersebut merubah bentang alam di kawasan hulu hingga kawasan hilir, dapat diuraikan missal perubahan bentang alam.
Seperti yang terjadi di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan Kota Cimahi. Salah satu faktor penyebabnya adalah perubahan bentang alam oleh Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
“Tidak luput juga alih fungsi di dua kabupaten/kota tersebut, tidak lepas dari kegiatan maraknya pembanguna property dan izin wisata alam baik di hilir hingga kawasan hulu,” ujarnya.
Iwang menerangkan, di Kabupaten Bandung, dibangunnya kolam retensi Cieunteng tidak juga dapat mengatasi banjir yang selama ini kerap terjadi.
“Tannel yang diproyeksikan untuk mempercepat air genangan di beberapa wilayah yang mengalami banjir, tidak dapat juga menanggulangi masalah yang saat ini faktanya masih terjadi,” terangnya.
Dijelaskan Iwang, program Citarum Harum pun belum berhasil, dinilai terkesan dan diduga hanya menghamburkan-hamburkan anggaran yang bersifat hutang.
“Belum lagi izin-izin mendirikan bangunan yang mengalih fungsikan kawasan semakit besar, baik oleh pembangunan perumahan, pembangunan villa, kegiatan tambang, kegiatan infrastruktur hingga maraknya izin-izin wisata,” jelasnya.
Diungkapkan Iwang, sejumlah alih fungsi lahan tersebut, memperburuk kerusakan bentang alam di kawasan Bandung Selatan sebagai benteng terakhir Tatar Parahiangan.
“Sedangkan untuk Kota Bandung, kerusakan semakin di perkuat dengan hilangnya fungsi Kawasan Bandung Utara (KBU),” ungkapnya.
Iwang memaparkan, hilangnya fungsi KBU itu, oleh gerusan pembangunan properti dan izin wisata alam. Kawasan Bandung Utara yang berfungsi jadi tangkapan air, dinilai sudah tidak dapat lagi statusnya sebagai sabuk hijau bagi Kota Bandung.