PIP juga diharapkan dapat meringankan biaya personal pendidikan peserta didik, baik biaya langsung maupun tidak langsung.
“Anehnya, PIP bagi murid SD bantuan dari pemerintah tersebut setahun antara Rp700 ribu atau Rp800 ribu, yang menerima bantuannya itu murid yang orangtuanya mampu,” ucap Bambang.
Bambang mengungkapkan, tak hanya PIP tapi beragam bantuan sosial (bansos) dari pemerintah bagi masyarakat, di antaranya Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Program Keluarga Harapan (PKH) dianggap belum adil dalam distribusinya.
Menurutnya, praktik di lapangan untuk program bantuan dari pemerintah itu, jadi perlu jadi sorotan dan dipertanyakan banyak pihak, termasuk masyakakat.
Pasalnya, selain dinilai tidak adil dan tak tepat sasaran, masih banyak yang layak menerima bantuan, sementara keluarga penerima manfaat (KPM) terpaksa harus gigi jari karena luput dari bantuan.
“Jelas baik bansos, BLT DD dan PIP ini saya protes karena tak adil dan benar-benar tak tepat sasaran,” ungkapnya.
BACA JUGA: 54 Ribu Kader Sekoper Cinta Diwisuda
Bambang pun menceritakan dalam keseharian dengan hidup susah, ijazah anak pertama Rifa yang alumni sebuah SMP swasta di Solokanjeruk sudah tiga tahun ‘ditahan’ sekolah, alias belum ada di tangan pihak keluarga.
“Alasan ditahannya karena punya ‘hutang’ tunggakan ke sekolah, Rp2,7 juta. Harus menebus Rp2,7 juta untuk ijazah anak,” ujarnya.
Bambang memaparkan, untuk menebus nominal biaya administrasi yang menunggak, dirinya belum sanggup sehingga sampai saat ini ijazah anaknya masih ada di pihak sekolah.
“Boro-boro, dengan jualan batagor keliling dengan roda dari pagi hingga sore pukul 17.00 sehari dapat Rp 30-Rp 50 ribu pun sudah bersyukur bisa makan untuk keluarga,” paparnya.
“Jujur, meski rumah yang ditinggali tembok dan layak dihuni, ini warisan orang tua,” pungkas Bambang. (Bas)
BACA JUGA: Masuki Musim Pancaroba, Dinkes KBB Waspadai Lonjakan DBD