JABAR EKSPRES – Tuntutan untuk Rini Sartika mundur dari posisi Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Kabupaten Bandung Barat (KBB) diduga muncul adanya persoalan antar lembaga eksekutif dan legislatif.
Usai didesak mundur oleh delapan fraksi DPRD KBB, Kepala Bapelitbanda Rini Sartika pun angkat bicara. Secara resmi, Rini mengaku telah menerima langsung surat desakan 8 fraksi DPRD tersebut.
”Saya sudah dipanggil oleh Pj Bupati Bandung Barat untuk klarifikasi hal itu. Secara tertulis klarifikasi itupun akan dijawab pak Pj Bupati,” kata Rini saat ditemui, Kamis (30/11/2023).
Ia mengatakan, dari tuntutan 8 fraksi tersebut, pihaknya juga telah menelaah poin-poin alasan para anggota dewan melayangkan surat itu.
”Saya sudah pelajari dan saya pun sudah melihat surat itu,” ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, delapan fraksi DPRD KBB melayangkan surat tuntutan kepada Pj Bupati. Surat itu ditandatangani, Ketua F-PKS Iman Budiman, F-PDIP H Rahmat Mulyana, F-Gerindra Sundaya, F-Golongan Karya Dadan Supardan, F-PKB H Ade Wawan, F-Demokrat Pither Djuandys, F-PAN K Wahyu, dan F-Nasdem H Didin Rachmat.
Dalam surat tersebut DPRD menuduh Kepala Bapelitbangda Rini Sartika mengganggu harmonisasi pelaksanaan pembahasan antara DPRD dan TAPD lantaran 3 kali tidak hadir rapat yakni rapat prognosis, Rapat KUA PPAS, dan pembahasan RAPBD Perubahan 2023.
Selain itu, Rini dituduh menyebar pengaruh dan opini negatif kepada Kepala OPD bahwa DPRD tak punya kewenangan budgeter.
Tak cuma itu, mantan Kasatpol PP Bandung Barat itu dituduh bersikap arogan saat Rapat Pembahasan Raperda APBD 2024, tanggal 21 November 2023.
”Dalam surat itu karena saya tidak hadir dalam rapat. Padahal untuk tiga kali saya tidak hadir dalam rapat. Saya sudah menugaskan sekdis dan kabid untuk mewakili,” katanya.
”Untuk rapat pertama bentrok dengan agenda rapat provinsi, untuk rapat kedua sedang sakit, sedangkan rapat ketiga berbarengan dengan agenda rapat Kemendagri. Yang jelas, tiap saya tidak hadir, lembaga Bapelitbangda sudah menugaskan perwakilan,” tambahnya.
Rini menerangkan untuk tuduhan provokatif soal kewenangan budgeter dewan itu tidak mendasar, lantaran hal itu dilakukan dalam konteks diskusi internal di grup OPD. Ditambah adanya referensi jurnal dan catatan digital yang memuat soal kewenangan budgeter anggota DPRD.