Permasalahan Pengangkatan Kepala Sekolah Menengah Umum di Provinsi Jawa Barat

Menurut Handoko (2000:16) analisis tugas dapat memberikan manfaat dalam banyak hal antara lain: (1) dalam penarikan, seleksi dan penempatan kerja, (b) dalam pendidikan, (c) dalam penilaiaan jabatan dalam perbaikan syarat-syarat perencanaan dalam perencanaan organisasi, (f) dalam penindakan dan promosi. Dengan adanya “job analyisis”, maka kualifikasi personil yang dibutuhkan dapat dicantumkan. Sekalipun analisis tugas merupakan suatu keharusan bagi setiap instansi, namun pada kenyataanya, belum semua instansi menerapkannya dengan baik dalam pengisisan formasi jabatan, demikian halnya di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Sebetulnya masalah pengangkatan kepala sekolah saat ini sudah menjadi isu sensitif di kalangan guru sejak lama sehubungan banyak guru yang terhambat menjadi kepala sekolah karena terganjal oleh berbagai persyaratan yang sebetulnya kurang terkait dengan profesi guru. Sumber biang kerok masalah ini diawali dengan munculnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.

Peraturan Mas Menteri ini secara spesifik sebagai landasan utama pengembangan profesi bagi guru yang diberi tugas sebagai kepala sekolah. Permasalahan ini semakin memanas saat Permen nomor 40/2021 ditindak lanjuti dengan lahirnya Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 5958/B/HK.03.01/2022 tentang Petunjuk Teknis Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.

Seperti kita ketahui bahwa Kepala Sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Isjoni (2006) yang mengemukakan bahwa klasifikasi persyaratan calon kepala sekolah terdiri dari: (1) administratif yaitu usia minimal dan maksimal, pangkat/golongan, masa kerja, pengalaman, dan tugas sebagai guru, (2) akademis yaitu latar belakang pendidikan formal dan pelatihan terakhir yang dimiliki oleh calon, dan (3) kepribadian yaitu bebas dari perbuatan tercela, loyal kepada Pancasila dan Pemerintah.

Namun pada kenyataanya walau banyak guru yang telah memiliki sertifikat calon kepala sekolah dan juga memiliki pengalaman yang lengkap serta memenuhi ketiga persyaratan di atas ternyata banyak yang gagal mengikuti seleksi karena misalnya tidak memiliki sertifikat guru penggerak atau telah berusia di atas 56 tahun.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan