JABAR EKSPRES – Mantan Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico, meraih kemenangan dalam pemilihan umum akhir pekan lalu, memunculkan pertanyaan seputar hubungannya dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Meskipun Slovakia sebagai anggota NATO, Fico telah menarik perhatian dengan kebijakan luar negerinya yang kontroversial.
Partainya, Smer-SD, memenangkan suara sebanyak 23,3 persen, mengalahkan Partai Progresif yang hanya meraup 17 persen suara. Dengan kemenangan ini, Fico memiliki hak membentuk koalisi pemerintahan.
Meski Fico telah memimpin Slovakia empat kali, hubungannya dengan Putin menjadi sorotan. Sebelum terpilih kembali, Fico secara terbuka mendukung Putin dan menyalahkan Ukraina atas invasi Rusia, bahkan menolak untuk mengirimkan bantuan militer ke Ukraina.
Baca Juga: Viral! Permintaan Mobil Mercedes Seorang Bocah kepada MbS Saudi Langsung Dikabulkan
AFP melaporkan bahwa Fico, yang pernah menjadi anggota Partai Komunis, rela mempengaruhi kebijakan luar negeri Slovakia demi mendukung Kremlin. Ia bahkan menolak menanggapi pemanggilan dari ICC terkait perintah penangkapan terhadap Putin terkait dakwaan deportasi paksa anak-anak Ukraina ke Rusia.
Dalam sebuah video, Fico mengklaim bahwa perang di Ukraina berawal dari peristiwa 2014, menyebut Ukraina sebagai “fasis” yang membunuh warga sipil Rusia. Klaim ini sejalan dengan retorika Rusia yang sulit diverifikasi.
Baca Juga: PM Swedia Serukan Perang Melawan Geng, Ulf Kristersson: Kami Akan Menumpas Mereka
Michal Vasecka, seorang sosiolog, dalam bukunya berjudul “Fico: Obsessed with Power,” mengungkapkan bahwa loyalitas Fico terhadap Putin mungkin berasal dari penghargaannya terhadap otoritarianisme Putin dan hubungan historis dengan Rusia yang diwarnai oleh moto sosialis “Dengan Uni Soviet untuk Selamanya.”
Kedekatan Fico dengan Putin menjadi sorotan internasional, terutama di tengah tekanan dari ICC. Namun, Fico tetap bersikeras untuk mempertahankan hubungan baik dengan Rusia, menyatakan bahwa itu adalah kepentingan vital bagi Slovakia. Apakah kedekatan ini akan membawa dampak pada kebijakan luar negeri Slovakia ke depan, tetap menjadi pertanyaan besar.“