JABAR EKSPRES – Hari ini, Amerika Serikat merayakan peringatan 22 tahun tragedi kelam serangan 11 September 2001 yang mengguncang dunia. Serangan tersebut melibatkan pembajakan empat pesawat komersial maskapai AS, American Airlines dan United Airlines, yang berakhir dengan menabraknya menara kembar World Trade Center (WTC), gedung Kementerian Pertahanan (Pentagon) di Washington D.C., dan jatuhnya pesawat di pedesaan Pennsylvania.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dijadwalkan untuk memberikan pidato peringatan di pangkalan militer Anchargo, Alaska. Acara peringatan di lokasi ini dihadiri oleh tentara dan keluarga korban yang masih merasakan duka mendalam.
Wakil Presiden AS, Kamala Harris, akan menghadiri upacara di Museum Nasional Memorial 11 September di New York City. Peringatan ini menjadi momentum untuk mengenang lebih dari 3.000 nyawa yang hilang dalam serangan teroris terbesar dalam sejarah Amerika Serikat.
Baca Juga: Maroko Diguncang Gempa Dahsyat: Lebih dari 2.100 Jiwa Meninggal Dunia, Pencarian Korban Selamat Semakin Intensif
Serangan 9/11, yang dipimpin oleh 19 anggota kelompok teroris Al Qaeda di bawah pimpinan Osama bin Laden, telah mengubah sejarah AS. Pada pukul 08.46 waktu setempat, pesawat pertama menabrak menara WTC utara, diikuti 17 menit kemudian oleh pesawat kedua. Para korban tewas berasal dari berbagai kalangan, dari bayi hingga orang lanjut usia, dengan mayoritas korban merupakan laki-laki.
Pesawat lainnya menabrak gedung Kementerian Pertahanan (Pentagon) di Washington D.C., menewaskan 184 orang. Satu pesawat lagi jatuh di pedesaan Pennsylvania setelah penumpang berusaha merebut kendali, menyebabkan kematian 40 orang.
Baca Juga: Maskapai Air China Mendarat Darurat di Bandara Changi Akibat Mesin Terbakar
Serangan ini merupakan upaya keras Osama bin Laden untuk membunuh tentara dan warga sipil Amerika Serikat setelah satu dekade berusaha. Dua hari setelah serangan, pada 14 September 2001, Presiden George W. Bush bersumpah akan merespons serangan tersebut dan membersihkan dunia dari terorisme.
Pada 17 September 2001, Bush mendeklarasikan keadaan darurat nasional dan memobilisasi militer untuk menangani ancaman teroris. Pemerintah AS juga meminta Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) untuk menangkap siapa saja yang dianggap memicu “ancaman serius dan berkelanjutan.”