JABAR EKSPRES – Korea Utara telah melancarkan dua rudal jelajah ke perairan di wilayah Barat dalam apa yang disebut sebagai simulasi latihan ‘serangan nuklir taktis’. Menurut laporan dari kantor berita KCNA, latihan ini bertujuan untuk “memperingatkan musuh-musuh” dan menegaskan kesiapan negara tersebut dalam menghadapi perang nuklir. Tindakan ini menjadi bagian dari komitmen Korea Utara untuk meningkatkan kekuatan militer mereka terhadap Washington dan Seoul.
Dua rudal jelajah yang membawa hulu ledak nuklir tiruan ini ditembakkan menuju Laut Barat semenanjung dan berhasil menempuh jarak sejauh 1.500 kilometer pada ketinggian yang telah ditentukan sebesar 150 meter.
Baca Juga: Cloves Syndrome Awareness Day, Shining a Light on a Rare Disorder
Sebagai bagian dari inisiatif ini, pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un sebelumnya melakukan kunjungan ke Kompleks Mesin Pukjung, yang merupakan fasilitas produksi mesin kapal laut, dan pabrik amunisi utama. Tujuannya adalah untuk menekankan pentingnya memperkuat kekuatan angkatan laut Pyongyang.
Pernyataan resmi KCNA menyatakan, “Dia menegaskan bahwa rapat pleno Komite Sentral WPK (Partai Pekerja Korea) di masa depan akan menetapkan modernisasi penting dari kompleks tersebut dan arah pengembangan industri pembuatan kapal.” Pernyataan ini tidak mencantumkan tanggal kunjungan Kim Jong-Un ke fasilitas tersebut.
Uji coba rudal ini dilakukan segera setelah berakhirnya latihan musim panas tahunan bersama antara Korea Selatan dan AS, yang dikenal dengan nama Ulchi Freedom Shield, yang berlangsung selama 11 hari dan melibatkan latihan udara dengan pesawat pengebom B-1B.
Pernyataan dari KCNA pada 21 Agustus sebelumnya menyebutkan bahwa Kim baru-baru ini mengunjungi armada angkatan laut yang ditempatkan di pantai timur untuk mengawasi uji coba rudal jelajah strategis di atas kapal perang. Ia menekankan bahwa kapal tersebut akan mempertahankan daya gempur dalam pertempuran.
Baca Juga: Libya Bakal Bentuk Tim Pencari Fakta untuk Selidiki Pertemuan Rahasia Antara Mantan Menlu Libya dan Israel
Korea Utara menganggap latihan gabungan ini sebagai persiapan untuk menyerang mereka, sementara AS dan Korea Selatan mengklaim bahwa latihan tersebut lebih bersifat pertahanan.