JABAR EKSPRES – Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, FIAN Indonesia, Greenpeace Indonesia, Perkumpulan Petrus Vertenten MSC Papua, Perkumpulan Harmoni Alam Papuana, LBH PAPUA Pos Merauke, dan SKP Keuskupuan Agats-Asmat, secara tegas mendesak pemerintah untuk tidak mengabaikan krisis iklim yang sedang melanda wilayah ini. Langkah-langkah efektif dan tanggap diharapkan diambil untuk menangani dampak serius dari krisis ini, terutama bencana kekeringan dan kelaparan yang meresahkan.
Melansir dari berbagai sumber bukan hanya di Distrik Agandungume, Lembewi, dan Oneri, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, namun dampak bencana kelaparan juga meluas ke wilayah Papua Selatan. Daerah-daerah seperti Distrik Malind, Kaptel, Eligobel di Kabupaten Merauke, wilayah Kepi, Obaa, Manjemur di Kabupaten Mappi, dan Distrik Fayit di Kabupaten Asmat telah dilanda kesulitan dalam mendapatkan air bersih dan pasokan pangan yang memadai.
Baca Juga: Pemerintah Resmi Menetapkan 24 Juli Sebagai Hari Kebaya Nasional! Pesona Busana Nusantara yang Elegan
Koalisi menyatakan bahwa lahan pertanian kering, tanaman pangan gagal panen, dan kelangkaan pangan telah menjadi masalah serius di wilayah-wilayah tersebut. Aktivitas menokok sagu pun terhenti akibat kekeringan yang berkepanjangan, sementara hewan buruan semakin sulit ditemui di hutan.
Namun, perhatian juga diarahkan pada munculnya titik panas yang berpotensi memicu kebakaran hutan dan lahan di Papua. Dalam pemantauan selama 14 hari terakhir, tercatat 2.270 titik panas di seluruh wilayah Papua, dengan jumlah terbanyak, 1.910 titik panas, terdeteksi di Provinsi Papua Selatan. Beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit seperti PT Agriprima Cipta Persada, PT Internusa Jaya Sejahtera, PT Hardaya Sawit Plantation, PT Selaras Inti Semesta, dan PT Plasma Nutfah Marind Papua juga tercatat memiliki titik panas di wilayah kerjanya.
Baca Juga: Kurangi Beban Transport pada Masyarakat, Jokowi Pastikan TIket LRT Jabodebek Akan Disubsidi Pemerintah
Koalisi menegaskan bahwa bencana kekeringan, kelaparan, dan ancaman kebakaran hutan bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga berpotensi memicu konflik, kerusakan ekologi, bahkan kematian, yang dapat melanggar hak asasi manusia. Mereka merujuk pada peraturan yang menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan aman bagi setiap individu, serta menuntut negara bertanggung jawab untuk melindungi lingkungan hidup dan menangani dampak kerusakan yang terjadi.