JABAR EKSPRES – 326 orang jadi korban keracunan makanan di Cimahi, Jawa Barat. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cimahi pun buka suara. Sebelumnya korban diduga keracunan makanan setelah mengonsumsi makanan dari acara reses anggota DPRD di Cimahi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Cimahi Dwihadi Isnalini mengatakan bahwa berdasarkan data yang diterima oleh pihaknya, ada 326 orang yang menjadi korban keracunan makanan. 198 orang di antaranya menjalani rawat inap, sedangkan sisanya rawat jalan.
Tidak hanya itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Cimahi Dwihadi Isnalini juga membeberkan keluhan yang dirasakan oleh sebanyak 326 orang yang menjadi korban keracunan makanan tersebut.
BACA JUGA: Ditetapkan Jadi KLB, Hasil Uji Lab Keracunan Massal di Cimahi Bakal Keluar Besok
“Berdasarkan data yang kami terima ada 326 yang terdampak, dengan yang dirawat inap ada 198 orang, sementara sisanya rawat jalan,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Cimahi Dwihadi Isnalini di Cimahi, dikutip JabarEkspres.com dari Antara pada Selasa, 26 Juli 2023.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hingga saat ini sudah ada beberapa pasien yang diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan di rumah sakit. Namun kebanyakan masih dalam tahap penyembuhan karena masih merasakan sakit seperti mual dan muntah, kemudian demam dan sesak nafas.
“Mungkin perutnya kembung hingga membuat terasa sesak,” katanya.
BACA JUGA: Dalami Kasus Keracunan Makanan Massal, Polres Cimahi Kumpulkan Barang Bukti dan Keterangan
Tidak hanya itu, Dwihadi juga memastikan seluruh pembiayaan pengobatan korban keracunan makanan ditanggung Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi dengan menggunakan APBD, mengingat statusnya Kejadian Luar Biasa (KLB).
“Kita mengikuti aturan yang berlaku dan kenapa pembiayaan daerah, bukan dari sumber lainnya seperti BPJS Kesehatan, karena setahu saya jika ada kejadian seperti KLB ini, tidak bisa ditanggung. Kami mempersiapkan segala sesuatunya di awal, yang penting masyarakat tertolong dulu,” ucapnya.
Terkait dengan status KLB, Dwihadi mengatakan pemberlakuannya melihat perkembangan selanjutnya seperti apa.
“Jadi kita pantau terus, kalau memang sudah tidak ada penambahan kasus, bisa saja kita hentikan,” katanya.