Membicarakan Isu Sensitif nan Tabu di Sekolah Damai Indonesia

Selain membahas isu intoleransi. Topik-topik menyoal politik, demokrasi, agama, gender dan seksualitas juga diangkat Sekodi dalam kelasnya. Bukti Sekodi tidak alergi dengan hal-hal tabu dan sensitif dijelaskan dengan kelas pertama yang diadakan oleh sekodi pada tahun 2018.

Kelas pertama itu bertempat di Masjid Mubarak, Bandung. Membahas tentang Ahmadiyah dan Syiah.

“Pada saat itu kami mengundang narasumber untuk bicara tentang Ahmadiyah dan Syiah gitu. Jadi salah satu tujuan kami itu, adalah bagaimana sih untuk biar temen-temen muda di Bandung itu tidak curigaan terhadap satu gerakan, agama, atau terhadap suatu aliran agama tertentu,” katanya.

Dalam setiap kelasnya, Sekodi selalu mengutamakan diskusi. Sehingga membuat partisipan yang mengikuti kelas tersebut memiliki kesempatan untuk memberikan argument dan pengetahuan yang dimilikinya.

Diskusi yang menjadi inti dari kegiatan dalam setiap kelas Sekodi adalah upaya sederhana, untuk berkontribusi dalam perdamaian.

“Dan ternyata makin lama mereka sering datang, akhirnya kami menyimpulkan, sebetulnya untuk melakukan upaya bina damai untuk mencapai toleransi dan rispek antar satu sama lain tuh bisa dilakukan dengan cara semudah ini gitu ya,” katanya.

Selain aktivitas diskusi dalam kelasnya, Sekodi juga memiliki kegiatan-kegiatan lainnya. Seperti, berkunjung ke tempat-tempat ibadah dari berbagai agama, yang ada di Kota Bandung. Selebihnya, seperti kunjungan ke Museum.

Sekodi mempunyai misi untuk membagikan nilai-nilai toleransi. Pada gilirannya, berangkat dari toleransi dapat menjadi suatu tindakan yang memberikan pengaruh positif kepada sosial. Seperti, menerima keragaman beragama.

“Jadi bergerak dari toleransi, menerima perbedaan dan keberagaman,” ucapnya.

Fanny sendiri sudah mengasilkan beberapa tulisan yang dimuat di media massa. Bahasan yang ditulisnya itu, tidak lepas dari isu-isu yang diskusikan anggota Sekodi dalam setiap kelasnya.

Beberapa tajuk artikel itu seperti, ‘Media dan Perempuan’, ‘Paradoks Keadilan Sosial dalam Lintas Agama’ yang terbit pada portal Pikiran Rakyat. Artikel lainnya bertajuk ‘No Excuse for Harassment and Violence Against Women’ yang terbit di portal Tempo.

Sekodi sendiri sudah mendapat pernghargaan karena derap kegiatannya dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Pernghargaan yang pernah diterima adalah Silih Asih Award.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan