JABAR EKSPRES- Gelombang panas yang melanda Bangladesh telah menyebabkan penutupan sekolah dasar minggu ini dan sering terjadi pemadaman listrik, yang memperburuk kondisi penduduk yang tidak dapat menggunakan kipas angin untuk mendinginkan diri mereka.
Petugas cuaca telah memperingatkan bahwa bantuan tidak akan segera datang. Suhu maksimum telah mencapai hampir 41 derajat Celcius dari 32 derajat Celcius 10 hari yang lalu. Departemen Meteorologi Bangladesh mengingatkan bahwa gelombang panas ini tidak akan segera berakhir.
Para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim berkontribusi pada munculnya gelombang panas yang lebih sering, lebih parah, dan berlangsung lebih lama selama musim panas. B
angladesh diperkirakan akan mengalami pemadaman listrik selama dua minggu ke depan karena kekurangan bahan bakar yang mengakibatkan penghentian beberapa unit pembangkit listrik, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara terbesarnya.
Menteri negara untuk tenaga, energi, dan sumber daya mineral, Nasrul Hamid, menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh krisis energi global dan fluktuasi mata uang internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Gelombang panas ini memperparah situasi negara yang telah berjuang dengan pemadaman listrik dalam beberapa bulan terakhir, yang telah merugikan sektor pakaian jadi yang merupakan kontributor penting bagi ekspor Bangladesh dengan lebih dari 80%.
Masyarakat menghadapi kesulitan akibat pemadaman listrik yang berlangsung berjam-jam. Mereka diimbau oleh pihak berwenang untuk tinggal di dalam rumah dan minum air, namun pemadaman listrik juga menyebabkan kekurangan pasokan air di banyak tempat.
Warga mencari perawatan medis akibat dampak panas tersebut. Dokter juga melaporkan peningkatan pasien yang menderita sengatan panas atau masalah terkait panas lainnya. Selain itu, krisis listrik dapat mengganggu pasokan pakaian musim panas untuk pengecer besar seperti Walmart, Gap Inc, H&M, VF Corp, Zara, dan American Eagle Outfitters, yang merupakan beberapa pelanggan terbesar ekspor Bangladesh.
Situasi ini juga memperburuk masalah negara terkait cadangan dolar, yang telah mengalami penurunan tajam sekitar sepertiga dalam 12 bulan hingga April, mencapai level terendah dalam tujuh tahun, dan membatasi kemampuan negara untuk membayar impor bahan bakar.