Dilaksanakan di Poltekpar NHI Bandung, ASEAN MRA-TP Terapkan Standar Kompetensi Tenaga Profesional Pariwisata

 BANDUNG – Dalam rangka mencari tahu perkembangan penerapan ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professionals (MRA-TP) di kawasan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyelenggarakan The 4th International Conference on ASEAN MRA-TP di Poltekpar NHI Bandung, Senin (8/5).

ASEAN MRA-TP telah disepakati bersama oleh para menteri pariwisata se-ASEAN pada 2012 di Thailand. Tujuannya untuk menciptakan pengakuan bersama negara anggota ASEAN dalam menerapkan standar kompetensi tenaga profesional di bidang pariwisata.

MRA-TP adalah sumber rujukan yang disepakati bersama untuk memfasilitasi pergerakan tenaga kerja profesional pariwisata di ASEAN.

Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Martini Mohammad Paham mengemukakan, kegiatan kali ini guna mengetahui update penerapan MRA-TP di negara-negara Asia Tenggara.

“Karena sudah diluncurkan sejak 2012, penting bagi kami untuk mengetahui update dari penerapan tersebut. Kita juga belajar apa challenge (tantangan) yang dihadapi, dan kemudian bagaimana kita berkolaborasi antar negara ASEAN,” tuturnya.

Martini mengungkap, isu yang dibahas lebih ke perkembangan kebijakan ini di negara-negara kawasan, serta mengetahui tantangan yang terkait capacity building juga sertifikasi.

“Karena sertifikasi ini ada link and match antara industri dengan penyedia. Jadi SDM (sumber daya manusia)-nya dari sektor pendidikan,” jelasnya.

Martini menekankan, sertifikasi kompetensi yang sesuai dengan ASEAN MRA-TP diperlukan agar bisa memfasilitasi pergerakan tenaga kerja profesional pariwisata bekerja di kawasan. Dia menyebut, Filipina menyiapkan sertifikasi untuk 2 juta orang lebih.

“Untuk di kita masih terbatas, dan selama satu tahun ini kita bekerja sama dengan World Bank (Bank Dunia) bisa mensertifikasi sekitar 64 ribu orang. Kami berharap pemerintah daerah, dari kota/kabupaten hingga provinsi mempunyai peran, sehingga tidak hanya pemerintah pusat yang bertanggung jawab melakukan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi,” paparnya.

Martini menerangkan, kendala terhambatnya sertifikasi tenaga kerja profesional pariwisata salah satunya adalah wilayah Indonesia yang sangat luas. Untuk mengejar ketinggalan, pihaknya menerapkan pendidikan di enam poltekpar yang berada di Medan, Bandung, Lombok, Makasar, Bali, dan Palembang.

“Dan kita akan gerakkan juga dengan sekolah-sekolah Poltekpar lainnya. Ada SMAK juga yang kita kerja samakan,” imbuhnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan