Serikat Buruh Tolak UU Cipta Kerja, akan Jadi Tuntutan di May Day 2023

JABAR EKSPRES — Serikat Buruh di Kota Bandung menolak disahkannya Undang-undang Cipta kerja (UU Ciptaker) oleh DPR RI pada beberapa waktu lalu.

Ini terjadi karena dianggap banyak hak-hak normatif sebagai pekerja yang ditinggalkan.

 

Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Bandung Iwan Setiawan mengatakan sikap buruh terhadap UU Cipta Kerja masih akan terus konsisten untuk menolak.

Menurutnya, banyak hak-hak normatif pekerja yang ditinggalkan, oleh karenanya pihaknya akan terus menuntut sampai menang.

“Banyak hak-hak normatif yang ditinggalkan, sampai kapan pun, kita ingin kembali lagi sesuai dengan undang-undang 13 tahun 2003. kami akan menolak sampai menang,” kata Iwan saat dihubungi, Rabu 26 April 2023.

Pada aksi buruh sedunia yang akan digelar 1 Mei mendatang atau Mayday 2023, penolakan terhadap UU Cipta Kerja ini menjadi salah satu point yang akan dituntut oleh serikat buruh.

“kami akan terus menggelar parlemen jalanan, walaupun dibilang sulit, tapi kan perlemen sendiri tidak mendengar,” jelas Iwan.

”pembuat kebijakan itu diperlamenen tapi perlemennya sendiri tidak mendengar, kita tidak akan berhenti aksi demo, bahkan Mayday nanti menolak juga Omnibuslaw atau UU Cipta Kerja ini,’” lanjutnya

Iwan juga mengatakan, meski Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut Inkonstitusional bersyarat selama dua tahun, namun menurutnya yang mengatur tetap pembuat kebijakan.

“Jadi semuanya mereka yang mengatur, walaupun kata MK Inkonstitusional,” sebut Iwan.

Masalah dari UU Cipta Kerja sendiri ada di pasal 59 hingga 65. Menurut Iwan adanya status pekerjaan yang dihilangkan agar terjadi sistem kontrak yang berkepanjangan.

“Di dalamnya kan ada tentang status pekerjaan, di mana status karyawan itu dihilangkan agar terjadinya sistem kontrak yang berkepanjangan,” ujar Iwan.

Selain itu di pasal-pasal tersebut ada sistem kontrak atau yang disamakan training kepada pegawai yang tidak menguntungkan, karena bisa saja diputuskan di tengah jalan.

“Karena di pasal-pasal itu, sistem kontrak hanya training 6 bulan atau 1 tahun, bila dibutuhkan masih, kalau engga kan bisa diputuskan begitu saja,” jelasnya.

Iwan juga menyebutkan, Tenaga harian lepas (THL) bergantung pada waktu dari sistem pekerjaannya.

Writer: Muhammad Akmal Firmansyah

Tinggalkan Balasan