JABAR EKSPRES- Seseorang dikatakan memilki sifat jujur apabila dia bertindak dan berucap apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Kejujuran akan membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Hati orang yang jujur selalu ter- buka untuk berbuat baik sehingga dia akan memperoleh keuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Orang yang jujur akan disenangi dan diterima ucapannya oleh masyarakat.
Jika dia ditunjuk sebagai saksi di pengadilan, pihak pengadilan akan menerimanya. Teman- teman dekatnya akan merasa tenteram di sampingnya. Sebaliknya terhadap orang-orang yang berdusta, semua orang akan membenci dan menjauhinya.
Di antara sosok populer yang bersikap jujur adalah ‘Abdul Qadir Jaelani, seorang wali Allah yang lahir dan hidup di Bagdad. Masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu.
Suatu hari, sebelum berangkat menimba ilmu, ibunya berpesan agar dia selalu berkata dan ber- buat jujur di mana pun berada. Pesan ibunya tersebut selalu terngiang di telinganya.
Dalam perjalanan, tiba-tiba dia-yang berjalan bersama kafilah lainnya-dihadang sekelompok perampok. Semua orang dipaksa mengeluarkan harta bendanya.
Salah seorang perampok mendatanginya dan berkata, “Hai Pemuda, mana uangmu?” Tanpa rasa takut, ‘Abdul Qadir Jaelani membuka pintalan kain bajunya dan berkata, “Ini semua uangku.”
Begitu menyaksikan sikapnya yang tanpa rasa takut, bahkan menyodorkan seluruh uangnya dengan jujur, si perampok menjadi bingung. Dia lalu menghampiri pemimpinnya.
Sang pimpinan kemudian menggertak, “Hai Pemuda, kenapa kau tampak tidak takut kepada kami, bahkan berkata jujur kepada kami?” ‘Abdul Qadir Jaelani menjawabnya dengan mantap, “Aku tidak takut, kecuali kepada Allah.
Aku berkata jujur karena ibuku berpesan supaya aku bersikap jujur di mana pun aku berada, karena itu adalah kunci keselamatan hidup.”
Demi mendengar jawaban ‘Abdul Qadir Jaelani, metarlah pemimpin komplotan perampok itu. Dia bah kan malu dengan perbuatannya sendiri. Meski sedikit, itu merupakan celah keimanan dalam dirinya.
Pemuda ‘Abdul Qadir Jaelani tidak takut kepadanya, tetapi hanya takut kepada Allah. Karena malu dengan perbuatannya, sang pemimpin perampok itu insafdan menyesal.