Rokok Ketengan

Dalam essay kali ini penulis hanya ingin memberikan opini terkait dengan pelarangan menjual rokok secara ketengan. Secara ekonomis tentu saja hal ini akan mengganggu penjualan rokok. Mengapa? Kalau dulu warga masyarakat yang belum berpenghasilan (minimal sekelas Ujang di atas) cukup dengan lima ribu perak di kantung seseorang sudah bisa membeli minimal dua batang rokok. Sekarang hal itu tidak bisa lagi. Paling tidak harus ada dana dua puluh ribu untuk membeli satu bungkus rokok penuh. Tentu secara penjualan akan mengalami penurunan karena konsumen rokok ketengan akan berkurang drastis namun tidak otomatis berpindah kelas ke rokok bungkusan.

Dampak positif lainnya dari pelarangan ini adalah bisa mengikis kebiasaan ribuan atau bahkan jutaan Ujang-ujang yang lain. Sudah jelas ia sekarang harus punya dana yang cukup untuk membeli sebungkus rokok. Boleh jadi kebiasaan Ujang merokok kelas ketengan tadi semakin tereduksi dengan adanya nasihat penulis supaya bekerja tanpa merokok dengan harapan supaya jumlah saweran pengguna lalin yang ia bantu, bisa meningkat.

Secara politis inilah kelebihan pemerintah saat ini yang tidak hanya mengejar penerimaan negara dari rokok namun juga berusaha mengeliminir dampak negatif rokok. Namun penulis punya pandangan bahwa kebutuhan akan rokok sama dengan kebutuhan akan beras dan bensin. Berapapun harga beras dan bensin pasti akan dibeli oleh masyarakat, karena nggak mungkin orang tidak membeli beras dan bensin. Dan inilah anomali dari rokok. Tidak termasuk kebutuhan primer manusia tapi berapapun harganya pasti akan dibeli masyarakat. Semoga penulis yang bukan perokok ini tidak terlalu keliru beropini..he he. *) penulis adalah pemerhati masalah sosial dan kemasyarakatan.

 

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan