Johannes Kitono
Ternyata hanya masalah sobekan kertas saja bisa melebar kemana mana. Drg Irawan yang domisili di Amrik juga gatal untuk mengomentarinya. Apalagi masih luka batin dengan angka 4 untuk Bahasa Indonesia. Bayangkan, kungkungnya Dr Chen Lung Kit, spesialis penulis kuplet saat Ratu Wilhelmina ( 1880- 1962 ) yang ultah setiap 31 Agustus. Menurut KBBI kata kuplet terdiri dari kata benda 2 baris. Biasanya berisi doa dan puji pujian. Ayahnya dr Putrasatia, kolumis harian Indonesia Raya punya Mochtar Lubis. Koran yan[pg dibredel karena tanpa tedeng aling aling membongkar korupsi di Pertamina. Mochtar Lubis juga mengembalikan hadiah Raymon Magsaysay ( 1958 ) yang diterimanya sebagai protes terhadap pemberian Hadiah Magsaysay ( 1995 ) kepada Pramudya Ananta Toer. Penulis top anggota Lekra dengan status Tapol lama menghuni Pulau Buru tanpa diadili. Ternyata dulu sesama budayawan ada kompetisi juga. Drg Irawan tidak perlu trauma dengan angka 4 ( sie = mati ) yang memang dihindari dimana mana, khususnya etnis Tionghoa. Bukankah dengan adanya Indonesia Media angka 4 sudah dikali 2 menjadi 8 ( Fah ) yang merupakan angka keuntungan. Guru bahasa Indonesia di alam baka pasti bangga melihat keberhasilan muridnya. Begitu kungkungnya sambil tersenyum membuat kuplet : Ciao yu , Cia yu !
Mirza Mirwan
Minul, siswa SMA kelas satu (kelas X), sudah terkenal sebagai penyanyi di grup dangdut yang sering manggung di hajatan. Suatu hari mendapat tugas untuk membuat karangan yang nilainya berbotot 40% untuk pelajaran Bahasa Indonesia dalam nilai rapor semester 2 — nilai UTS 10%, nilai UAS 50%. Minul minta tolong ayahnya yang sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia, tetapi mengajar di SD. Sang ayah memang baru kuliah di sebuah PTS, sebagai mahasiswa ekstensi, setelah menjadi guru SD. “Kan tinggal mengarang saja, Nul,” kata sang ayah. “Nggak bisa, Pak.” “Mengarang itu gampang, kata seorang pengarang,” kata sang ayah sambil menyebut judul buku yang pernah dilihat di perpustakan sekolahnya semasa SPG dulu. “Ya jelas dong, Pak. Bagi pengarang memang gampang. Minul juga bisa bilang, menyanyi itu gampang. Bapak bisa menyanyi kayak Minul, nggak?” Apa boleh buat, terpaksalah ayahnya membuatkan karangan untuk Minul. “Pada suatu hari saya ikut ibu ke pasar. Setelah sampai di pasar ibu membeli sayur. Dari penjual sayur ibu pergi ke penjual bawang dan cabe. Dari penjual bawang dan cabe…… Dari…..,, kemudian….., kemudian…. Setelah itu saya dan ibu pulang. Setelah sampai di rumah…., lalu….., lalu….” “Nih, gampang, ‘kan?” ujar sang ayah bangga sambil menyorongkan hasil karyanya di buku Minul. “Apa-apaan ini, Pak? Masak isinya hanya pada suatu hari, setelah, dari, dari, kemudian, lalu, huuu….. Murid bapak juga bisa kalau cuma kayak gini!”