BANDUNG – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti keputusan pemerintah impor beras 200.000 ton digunakan untuk mengantisipasi masalah keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan.
Diketahui, berdasarkan data Badan Pangan Nasional, per 6 Desember 2022 cadangan beras pemerintah (CBP) tercatat hanya 295.337 ton, dengan tambahan stok komersial sebanyak 198.865 ton.
Hermanto menilai, keputusan pemerintah mengimpor beras mengindikasikan ketidakberpihakan pemerintah pada petani. Selain itu, impor beras tersebut pun sangat menyakiti petani domestik.
“Tiba-tiba saja ada keputusan beras ini. Ini jelas, Pemerintah abai dengan pembelaan terhadap petani domestik,” ujar Hermanto kepada wartawan Jum’at (16/12).
“Padahal selama ini petani telah bersusah payah bercocok tanam secara serius mengikuti apa yang menjadi arahan Pemerintah untuk mencapai target produksi beras,” imbuhnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu pun menegaskan bahwa impor tersebut sangat menyakiti petani domestik.
Hermanto mengaku prihatin dengan heboh tarik ulur perbedaan data stok beras antara Kementerian Pertanian dengan Bulog dan ID Food yang berujung keputusan Pemerintah hendak impor beras.
Menurutnya, silang sengketa perbedaaan data stok beras, lanjutnya, mestinya tidak serta merta mengambil jalan pintas untuk impor.
“Pemerintah mesti kreatif dan inovatif mengembangkan sektor hulu dan hilir bidang pertanian melalui teknologi modern dan sistem data pangan yang integratif, konsolidatif dan validatif sehingga hanya satu data saja yang dimiliki Pemerintah,” papar Hermanto.
Terakhir, dia pun menegaskan kebijakan impor beras itu sangat bertentangan dengan seruan Presiden Jokowi. Terlebih, usai klaim Indonesia tak akan impor selama tiga tahun terakhir.
“Presiden menghendaki kebutuhan beras dipenuhi dari produksi dalam negeri,” tandas Hermanto. (win)