79. Vometa Domperidone Suspensi
80. Yusimox Amoxicilin Dry Sirup
81. Zenichlor syrup Chloramphenicol palmitate Sirup
82. Zinc drop Zinc Sulphate Drops
83. Zinc Syrup Zink sulfat monohidrat Syrup
84. Zincpro syr Zinc Sulphate Sirup
85. Zibramax Azithromycin Dry Sirup
86. Asam Valproat Sirup
87. Carsida Magnesium Hydroxide Sirup
88. Carsida Simethicone Sirup
89. Carsida Alumunium Hydroxide Sirup
90. Hufabethamine Betametasone Sirup
91. Hufabethamine Dexclorfeniramine maleat Sirup
92. Renalit Natrium Sirup
93. Renalit Kalium Sirup
94. Renalit Glucose Sirup
95. Renalit CItrate Sirup
96. Renalit Chlorida Sirup
97. Hufallerzine Promethazine HCl Sirup
98. Hufallerzine Glyceryl guaicolate Sirup
99. Hufallerzine Tinctur Ipecacuanhae Sirup
100. Hufagrip Chlorphenamine Meleate Sirup
101. Hufagrip Pseudoefedrin HCL Sirup
102. Hufagrip Chlorphenamine Meleate Sirup
Terkait dengan penemuan tersebut, Menkes Budi meminta agar 102 obat tersebut jangan diresepkan terlebih dahulu.
“102 obat itu obat-obatan yang dikonsumsi anak-anak yang memang kita ambil dari rumah keluarga bayi dan anak yang jatuh sakit di rumah sakit. 102 obat ini jangan diresepkan dulu, daftar 102 masih konservatif dan lebih mengerucut dibanding semua obat sirup,” terang Budi.
Menurut Menkes, 102 produk obat sirop tersebut terbukti secara klinis mengandung bahan polyethylene glikol yang sebenarnya tidak berbahaya sebagai pelarut obat sirop selama penggunaanya berada pada ambang batas aman.
Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
“Kalau formula campurannya buruk, polyethylene glikol bisa memicu cemaran seperti Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Ether (EGBE). Kalau dilihat, polyethylene glikol adalah pelarut tambahan yang jarang dicatat dalam informasi produk obat,” katanya.
Daftar obat sirop tersebut merupakan hasil telisik Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan organisasi profesi terkait tentang kejadian AKI di Indonesia sejak September 2022.
Awalnya, terdapat sejumlah hal yang diduga kuat sebagai pemicu kasus AKI di Indonesia, yakni pengaruh Adenovirus pada pasien COVID-19 yang telah sembuh, leptospirosis, hingga pengaruh EG dan DEG pada obat sirop.
“Adenovirus itu ada di mana-mana, hampir di setiap orang. Cuma 5 persen persentase kematiannya pada pasien AKI, itu normal. Jadi kami berkesimpulan bukan pada Adenovirus,” katanya.