Teddy Minahasa

 

Budi Utomo

@DK. Syukurlah kalau Anda punya prinsip tak ada pemaksaan dalam beragama. Berarti Anda bukan termasuk orang yang sangat ekstrem yang sedikit-sedikit mempermasalahkan agama seseorang. Sesuatu yang merupakan ranah pribadi. Walaupun demikian pemaksaan agama secara struktural dan bahkan governmental terjadi di negara kita. Contohnya di era Orde Baru ketika seseorang disuruh memilih salah satu dari lima. Padahal agama di dunia ini menurut mbah google ada puluhan, ratusan bahkan ribuan. Akibatnya ada yang beragama Konghucu terpaksa memilih Buddha di KTP nya. Gus Dur kemudian membuat gebrakan dengan menambahkan Konghucu sehingga pilihan agama menjadi enam. Dan kemudian terjadi debat sengit mengenai wiwitan, kejawen, dll. Apakah bisa dimasukkan sebagai agama juga. Keputusan akhirnya tidak. Lalu di KTP bagaimana? Dikosongkan. Lha kosong itu bisa ditafsirkan macam-macam mulai dari agnostik, tak beragama, sampai atheis. Sebuah ranah pribadi tapi pemerintah menjadikannya ranah publik. Karena itu kemudian Gus Dur setuju dengan kampanye menghilangkan kolom agama di KTP. Dan pemikiran Gus Dur ini kemudian dikecam dari berbagai penjuru. Tapi itulah sang Guru Bangsa sedang menunjukkan kearifannya walau melawan opini banyak orang.

 

Pryadi Satriana

Dari syariat menuju hakikat. Taurat itu syariat. Berisi hukum-hukum. Berisi perintah. Yang ‘ndhak manut’ akan di-‘hukum’. Contoh hukum: orang berzinah akan dirajam. Ngeri. Menakutkan. Itu tujuan ‘sanksi hukum’, untuk menakut-nakuti, membuat ‘ngeri’, agar orang tidak ‘melanggar hukum’ (baca: ‘berbuat dosa’). Dosa itu ada tingkatannya: ‘dosa mata’ (jelalatan dan/atau lirak-lirik, karena ada “yang bening”, yang “enak” dipandang), ‘dosa lidah’ – ini yg sering saya langgar (‘geblek’, ‘juancuk’, dsb), dan dosa2 lain. Anda sudah tahu. Yesus menjelaskan: syariat saja tidak cukup! Yesus menjelaskan: dibalik larangan zinah ada yg hakiki: jangan mengingini yg bukan menjadi ‘hak’! Memandang dg nafsu berahi pada perempuan yg bukan isteri sudah berzinah! Isteri itu cuma – dan harus – satu saja! Kenapa ada orang beristeri lebih dari satu? Yesus menyebut mereka ‘tebal tengkuk’ (‘ndhak mau diatur’, sak karepe dewe), dilarang pun tetap akan melanggar! Dengan berbagai alasan: rasionalisasi! Rasio yg mestinya dipakai ‘berpikir’ justru dipakai ‘membenarkan diri sendiri’! Kita punya nalar. Kita punya hati. Dengan nalar kita bisa menjalankan syariat. Dengan hati kita bisa memahami hakikat. Seluruh syariat “dirangkum” Yesus: 1. Kasihilah Allah, Tuhanmu, lebih daripada segala sesuatu dg segenap hati & jiwamu; 2. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Itulah hakikat dari seluruh pengajaran para nabi. Salam. Rahayu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan