Bus Kurnia

 

rid kc

PPP ini lumbung suaranya kantong-kantong NU tapi sayang pengurus dan ketuanya mayoritas bukan dari NU. PPP sekarang dalam kondisi sulit karena sudah ditinggalkan oleh orang NU. NU punya PKB. Sejak dulu orang NU hanya sebagai obyek saja di PPP sementara pengurusnya bukan dari NU. Inilah yang membuat suara PPP anjlok dan baru disadari sekarang. Saya pesimis PPP bisa lolos Parlimentary Threshold dalam pemilu 2024.

 

mpostor Among Us

Pernah menyimak penjelasan, bahwa ilmu atau penjelasan petunjuk Islam itu tidak ditarif bukan karena tabu, tapi karena nilainya sangat berharga, tidak akan sebanding dengan uang sebanyak apa pun. Karenanya maka hanya Tuhan yang punya kekayaan tak terhingga yang akan membayarnya. Walaupun begitu, masyarakat yang merasa mendapat manfaat tetap saja mengapresiasi waktu kesediaan kiyai dan ustadz itu dengan sesuatu tanda kasih. Dari mana pula bapak itu menyetarakannya dengan sogok.

 

Kang Sabarikhlas

Membaca CHD tentang amplop…ya begitulah, kita harus belajar bijaksana. Yang utama bila ada pergantian bisa dilakukan dengan damai dan legowo. Saya justru asyik dengan cerber “Siapa membunuh Putri” berdasarkan kisah nyata. Enak dibaca dan perlu, juga selalu ada yang baru (baru kemarin he.he.he). Anu…saya jadi ingat kayak konflik di Daily Planet antara Perry White dan Lois Lane+Clark Kane di film. Saya jadi semangat baca CHD bila ada 2 artikel utama… Tapi, duh.. ada tapinya, dengarkan lagu ini… “Aku moco disway rokokan, …Bojo ngomel kopi rong sasetan”.

 

Er Gham

Amplop kategori ini diberikan saat pamit. Bersifat pribadi. Berbeda dengan amplop proyek. Walaupun sudah jaman serba digital, amplop proyek lebih ‘aman’ diberikan dalam bentuk cash. Tidak melalui rekening. Tidak terlacak PPATK. Biasanya juga dihindari untuk diberikan di rumah atau kantor. Lebih aman diberikan saat di parkiran mobil atau dalam mall. Kalo bisa, yang tidak termonitor CCTV. Amplop proyek diberikan sebelum proyek dimulai. Pakai uang pribadi dulu, nanti tinggal dipotong jika uang proyek sudah cair. Dipecah dalam banyak amplop, dengan jumlah nominal yang berbeda. Isi amplop tergantung ‘kapasitas’ si penerima. Jadi berbeda beda. Misalkan proyek senilai 10 miliar, maka disiapkan amplop 3 miliar. Rugi dong penerima proyek? Ya enggak lah, khan 3 miliar itu nilai mark up nya. Nilai proyeknya sendiri hanya 7 miliar. Jadi dari 3 miliar, disiapkan banyak amplop. Ada yang terima 2 miliar, 500 juta, 100 juta, bahkan ada yang cuma 5 juta. Yang 5 juta diberikan ke kroco kroco kecil. Sedangkan yang terima 2 miliar ini yang biasanya kena OTT KPK. Apakah diberikan sekaligus? Tidak, sesuai proyek berjalan. Ada yang diawal, ada yang di tengah sebagai biaya maintenance, ada pula yang di akhir proyek sebagai pengaman setelah proyek selesai. Apakah ini cerita yang benar? Tentu saja, uraian saya hanya fiksi saja. Hanya imajinasi, karena ‘penasaran’ tentang bagaimana sih praktek teknis korupsi di negara kita.

Tinggalkan Balasan