Dari kisah hidup Uwais al-Qarni, seorang tabi’in, membuat kita sadar bahwa salah satu tujuan pembelajaran Islam oleh kaum Sufi adalah mengentaskan kemiskinan dan mengedepankan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Kemiskinan bukan alasan bagi kita untuk tidak bersedekah dan membiarkan tetangga kita lapar dan telanjang.
Apa yang dicontohkan oleh Uwais al-Qarni di atas mengingatkan kita pada ajaran-ajaran mulia dalam surat al-Ma’un. Allah swt mengatakan dalam surat al-Ma’un bahwa orang yang mendustakan agama adalah dia yang membiarkan nasib anak Yatim terlunta-lunta, dan tidak ada inisiatif untuk menghilangkan kelaparan dari orang-orang.
Orang muslim yang hanya mengerjakan sholat, tetapi enggan memberikan pertolongan yang bermanfaat bagi orang lain, bagi Allah swt, mereka tetap akan celaka. Menunaikan kewajiban sholat tidak cukup bila tidak disertai dengan kepedulian pada nasib dan kesejahteraan orang lain
Ayat-ayat Surat al-Ma’un di atas senada dengan ayat 3 surat al-Baqarah, bahwa ciri-ciri orang bertakwa itu adalah mereka yang beriman pada hal gaib, mengerjakan sholat, dan mensedekankah sebagian hartanya pada orang lain. Artinya, Islam mengajarkan ibadah vertikal dalam hubungannya dengan Tuhan dan ibadah horizontal dalam hubungannya sesama manusia. Uwais al-Qarni adalah seorang sufi dari kalangan tabi’in yang mencontohkan ibadah horizontal tersebut.
Jadi, Uwais al-Qarni mengajak umat muslim untuk bersedekah dengan harta kekayaan mereka dan tidak menyimpannya, terutama tatkala orang-orang di sekitarnya sedang membutuhkan. Uwais al-Qarni mensedekahkan apapun yang ada di tangannya, dan perilaku semacam ini sangat jarang terjadi. Setiap kali waktu sore sudah tiba, Uwais akan mensedekahkan apapun yang ada di rumahnya, baik itu makanan maupun pakaian. Setelah itu, ia akan berdoa: Ya Allah, bila ada orang mati karena kelaparan dan tidak punya pakaian, maka jangan hukum hamba karena itu.
Dengan demikian, sufisme Islam dapat juga dikatakan sebagai aktivisme sosial. Para sufi akan mengorbankan kepentingan dirinya sendiri demi mensejahterakan orang lain, demi mengentaskan kemiskinan. Dalam bahasa sosiologi modern, kaum sufi adalah para aktivis pembebasan dalam melawanan kemiskinan alamiah maupun pemiskinan struktural. Kaum Sufi pasti melawan melihat ketidakadilan ekonomi dan ketimpangan sosial.