كانَ الحَبَشُ يلعبونَ بِحِرابِهم فَسَتَرنِي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وأنَا أنْظُرُ ، فمَا زِلْتُ أنظرُ حتَّى كنْتُ أنا أَنْصَرِفُ
“Orang-orang Habasyah bermain-main dengan alat perang mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menabiriku dan aku berusaha untuk tetap melihat. Hal ini terus berlangsung hingga aku sendiri yang memutuskan untuk tidak melihatnya lagi.” (HR. Bukhari, no. 5190).
Hukum menari, joget, dan dansa
Disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, pada jilid ke-23, halaman 10 bahwa ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Al-Qafal dari Syafiiyyah menyatakan joget dihukumi makruh.
Dengan alasan karena ia adalah perbuatan dana’ah (rendah) dan safah (kebodohan).
Joget merupakan perbuatan yang menjatuhkan wibawa (muru’ah), juga termasuk perbuatan lahwun (kesia-siaan).
Al-Abbi mengatakan, ‘Para ulama memaknai hadits jogetnya orang Habasyah bahwa maksudnya (bukan joget sebagaimana yang kita ketahui) namun sekadar lompat-lompat ketika bermain pedang, dan alat-alat perang mereka.’
Sehingga sesuai dengan riwayat yang lain yang menyatakan bahwa orang Habasyah bermain-main di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan alat-alat perang mereka.’
Demikian pemaparan ini semua dengan asumsi bahwa joget tersebut tidak dibarengi dengan hal yang diharamkan syariat seperti minum khamar dan membuka aurat.
Jika dibarengi hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.
Ulama Syafiiyyah sendiri menyatakan bahwa menari-nari itu tidak haram dan tidak makruh. Namun, hukumnya adalah mubah.
Dalil mereka adalah hadits Aisyah yang disebutkan di atas. Dalil tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui perbuatan mereka.
Hal ini menunjukkan bolehnya. Ini jika ar-raqshu(menari) hanya sekadar gerakan lurus (tegak) dan miring.
Al-Balqini menyatakan bahwa jika menari-nari atau joget itu sampai menjatuhkan wibawa (muru’ah), hukumnya menjadi haram.
Catatan dari ulama Syafiiyah, walaupun bergoyang (ar-raqshu), hukumnya itu boleh. Akan tetapi, tidak boleh gerakannya lemah gemulai seperti perempuan.
Jika gerakannya lemah gemulai, seperti itu diharamkan pada laki-laki dan perempuan. Jika goyangannya biasa saja tanpa dibuat-buat, tidaklah berdosa.
Joget dan menari dalam rangka ibadah, misal sambil membaca shalawat nabi
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa joget atau menari dalam rangka dzikir atau ibadah termasuk bidah yang dinilai maksiat.