“Selama saya ikut (jadi pelaku seni) Benjang, bahkan dari 1999 itu belum ada acara festival begini, baru sekarang (2022),” ucap Ade.
Menurut Ade atau akrab disapa Abah Lois, pagelaran festival menjadi pembuktian bahwa kesenian ini masih banyak diminati masyarakat sebagai hiburan dan nilai budaya tetap terjaga.
“Dalam pertunjukan identiknya Kuda Lumping, jadi daya jual di masyarakat ketika menonton Seni Benjang karena ada Kuda Lumping,” katanya.
Abah Lois mengaku sempat terdampak ketika lonjakan pandemi Covid-19 melanda, namun dia bersama rekan grupnya tetap menjalin silaturahmi meski tak menggelar pertunjukan.
“Itu jadi landasan kita tetap bertahan dan terus menampilkan Seni Benjang sesuai dengan bentukan Kabuhun (leluhur),” ujarnya.
Meski berkiblat pada aturan dan ajaran lama dalam Seni Benjang, Abah Lois mengaku sampai sekarang tetap sering menggelar pertunjukan di setiap acara hiburan masyarakat.
“Alhamdulillah, di Grup Setia Wargi setiap penampilan disesuaikan dengan acara. Kalau penampilan hiburan nikahan kita kolaborasikan dengan gaya saat ini seperti ada tumpakan Garuda atau Sisingaan,” paparnya.
“Tabuhan musiknya tetap menggunakan ritme leluhur, jadi tidak menghilangkan unsur dan nilai-nilai Kesenian Benjang yang sudah diwariskan turun-temurun,” tutup Abah Lois.*** (Bas)