Rp8,7 Miliar Dana Ahli Waris Lion Air Disalahgunakan ACT untuk Bangun Pesantren di Tasikmalaya

JABAREKSPRES.COM – Dana milik ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air sebesar Rp8,7 Miliar diduga disalahgunkaan oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk membangun sebuah pesantren megah di Kabupaten Tasikmalaya.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadireksus) Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf.

Kombes Helfi mengatakan dari Rp138 miliar dana ahli waris korban Lion Air JT 610 yang dititipkan ke yayasan Aksi Cepat Tanggap ( ACT) dari Boeing, sebanyak Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukan.

Salah satunya dana senilai Rp8,7 juta malah digunakan untuk pembangunan Pesantren Peradaban di Tasikmalaya.

“Total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar, kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp103 miliar. Sedangkan sisanya 34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya,” kata Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan.

“Yang digunakan tidak sesuai peruntukannya adalah pengadaan armada truk, kurang lebih Rp2 miliar, program big food bus Rp2,8 miliar, dan pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya Rp8,7 miliar,” urai Helfie.

Selanjutnya dana talangan PT MBGS Rp7,8 miliar sehingga totalnya Rp34,6 miliar (pembulatan dari Rp34.573.069.200).

Seperti diketahui sebelumnya Bareskrim Polri telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan tindak pidana dugaan penggelapan dana donasi umat dan dana CSR Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610.

Keempat pengurus ACT yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Ahyudin saat tindak pidana terjadi menjabat sebagai Pendiri ACT.

Ahyudin juga kala itu tercatat sebagai Ketua Pengurus/Presiden Yayasan ACT Periode 2005-2019, kemudian sebagai Ketua Pembina Tahun 2019- 2022.

Tersangka kedua, Ibnu Khajar sebagai Ketua Pengurus Yayasan ACT 2019 hingga saat ini.

Tersangka ketiga, Hariyana Hermain sebagai Pengawas Yayasan ACT Tahun 2019 dan sebagai Anggota Pembina 2020 sampai saat ini.

Sedangkan tersangka keempat, Novariadi Imam Akbari sebagai Anggota Pembina Yayasan ACT Tahun 2019 – 2021, kemudian sebagai Ketua Pembina Periode Januari 2022 hingga saat ini.

Lebih lanjut Kombes Helfie mengatakan selain melakukan penyalahgunaan dana untuk hal-hal tadi, para pengurus juga menyalahgunakan dana Boeing untuk gaji para pengurus.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan