Jabarekspres.com – Krisis ekonomi dan politik di Sri Lanka semakin tak terkendali. Pekan lalu, para demonstran menduduki kediaman Presiden Gotabaya Rajapaksa dan membakar tempat tinggal Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe. Mereka menuntut Rajapaksa dan Wickremesinghe untuk segera mengundurkan diri.
Kesulitan ekonomi yang dialami Sri Lanka sejak 2019 berkembang menjadi krisis multidimensi. Masalah ekonomi yang dihadapi Sri Lanka diperparah Pandemi covid-19 dan Perang Ukraina. Isu korupsi dan aura dinasti politik yang kental mempertajam rasa tidak percaya rakyat terhadap pemerintah.
Sebelum krisis terjadi, Sri lanka mutlak berada di bawah kekuasaan keluarga Rajapaksa. Setelah terpilih sebagai presiden pada 2019, Gotabaya Rajapaksa mengangkat kakaknya sendiri, Mahinda Rajapaksa, sebagai perdana menteri. Sang presiden juga memberi anggota keluarganya yang lain posisi-posisi penting di pemerintahan.
Keluarga Rajapaksa memang memiliki pengaruh kuat di Sri Lanka. Mereka didukung oleh kubu nasionalis yang merupakan mayoritas di Negeri Asia Selatan tersebut. Reputasi keluarga Rajapaksa berkibar setelah berhasil mengalahkan kelompok separatis Macan Tamil.
Pengaruh Keluarga Rajapaksa perlahan terkikis seiring ketidakmampuan mereka dalam mengatasi masalah ekonomi. Aksi unjuk rasa mulai bermunculan pada awal tahun 2022. Kondisi ekonomi yang makin sulit menjadi bahan bakar protes menentang kekuasaan Keluarga Rajapaksa.
Pada April, hampir seluruh anggota kabinet mengundurkan diri dari posisi mereka. Sebulan kemudian, giliran Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa yang mengumumkan pengunduran diri. Meskipun demikian, hal tersebut dianggap tidak cukup oleh para demonstran.
“Presiden harus mengundurkan diri. Perdana Menteri harus mengundurkan diri. Pemerintahan harus bubar,” kata salah satu pemimpin unjuk rasa, Ruwanthie de Chickera, setelah berhasil menguasai kediaman sang presiden.
Gotabaya Rajapaksa sepertinya telah sadar kekuasaannya mendekati akhir. Setelah terpaksa melarikan diri dari istananya sendiri, Ia berjanji akan mundur pada Rabu pekan ini. Parlemen Sri Lanka pun tengah menyiapkan pemerintahan sementara yang bersifat inklusif.
Jika janji tersebut ditepati, tersingkirnya Dinasti Rajapaksa bisa menjadi angin segar bagi warga. Namun, hal tersebut bukan berarti Sri Lanka terbebas dari masalah. Pemimpin Sri Lanka yang baru harus menghadapi tugas berat yakni perbaikan kondisi perekonomian.