Nasi Jamblang: Kuliner Khas Cirebon yang Mempunyai Nilai Historis

Jabarekspres.com — Tidak seperti sajian nasi pada umumnya, nasi jamblang merupakan bisa bertahan lama dan tetap selera yang menggugah.

Itulah salah satu ciri khas kuliner khas dari Cirebon yang tetap eksis hingga sekarang. Ciri khas lainnya dari nasi jamblang adalah karena ia disajikan dengan balutan daun jati.

Balutan daun jati dalam nasi jamblang berfungsi untuk menjaga kesegaran hidangan agar bisa tetap dinikmati meski sudah berhari-hari.

Sebenarnya lauk dalam nasi jamblang ini bisa menggunakan lauk pauk yang variatif. Namun, biasanya, nasi jamblang ini berisi lauk pauk seperti cumi bertelur, pepes rajungan, ikan panjelan dan sambal, dan daun jati pun membikin penampilan elemen-elemen tersebut menjadi lebih segar.

Di samping itu, nilai historis dari nasi jamblang merupakan faktor pembeda kenapa hidangan ini begitu populer di Cirebon.

Melansir situs Indonesia Kaya, penamaan kuliner tersebut berangkat dari suatu nama daerah yang ada di Cirebon. Dengan kata lain, “Jamblang” merupakan nama salah satu desa dari kota yang mempunyai julukan sebagai Kota Udang itu.

Awal mula nasi jamblang ini dikaitkan dengan proses pembuatan raya cetusan Jenderal Deandles, ialah Anyer-Panarukan. Masyarakat setempat lantas dilibatkan untuk membangun jalan raya tersebut.

Sebagaimana fenomena penjajahan pada umumnya, masyarakat Cirebon bekerja membangun jalan tersebut tanpa mendapatkan upah yang setimpal. Tragisnya, kerja rodi pembangunan jalan itu membuat para pekerja meninggal karena kelaparan.

Karena tuntutan pekerjaan yang sangat eksploitatif dan memeras tak manusiawi, para pekerja bekerja sepanjang hari dan tak kenal jam sehingga membuat bekal nasi yang mereka bawa dari rumah menjadi busuk.

Untuk menyiasati hal tersebut, pekerja mencari cara agar bekal nasi yang mereka bawa dari rumah tetap bisa dimakan dalam jangka waktu yang lama. Mereka pun lantas menemukan ide cemerlang, yakni membalut nasi dengan daun jati.

Menukil kembali Indonesia Kaya, nasi jamblang yang orisinal bisa bertahan selama tiga hari, dengan syarat bisa terbungkus rapi dan erat oleh daun jati. Inovasi tersebut kemudian digunakan oleh para pejuang Indonesia ketika berperang melawan penjajah, namun tanpa kekurangan makanan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan