“Definisi yang paling mendekati adalah virus itu parasit sejati,” tulis Indro (halaman 3).
Bahasa sono-nya: parasit obligat. Yakni parasit yang menumpang dan tergantung sepenuhnya pada sel makhluk hidup yang dimasukinya.
Ditulis juga di bab itu: lantas apa tujuan hidup virus? Tujuan virus hanya satu: mereplikasi diri. Ia tidak punya tujuan membunuh manusia. Hewan pun tidak. Juga tumbuhan. Kematian itu hanya akibat saja.
Bahkan, dalam aksinya, virus itu tidak ngawur. Ia tidak bisa masuk ke sembarang sel. Kalau pun bisa masuk ke beberapa jenis sel ia tidak mau membuat infeksi sel itu.
Tidak bisa. Setiap jenis virus punya darling sel tertentu. Istilah sono-nya: sel target. Kalau pun bisa masuk ke sel yang bukan darling-nya, virus itu hanya diam saja di situ.
Sebagai peneliti virus yang serius Indro punya koleksi berbagai macam virus. Orang seperti ia tidak sama dengan kita-kita pada umumnya. Kita takut virus. Bahkan ada yang sampai paranoid. Ia tidak.
Kalau sudah menggeluti virus Indro tidak ingat lagi kalau ia itu dokter hewan. Ini ilmu virus. Bukan ilmu hewan. Dokter hewan itu kuliahnya di S1. Ia pindah ke ilmu virus. Berarti tidak melulu lagi mendalami ilmu hewan. Apalagi, apa sih bedanya manusia dengan hewan dan tanaman –dalam hal ilmu susunan selnya.
Bab terpendek di buku itu tidak sampai setengah halaman. Dua menit selesai membacanya. Yakni bab ”apakah antibiotik bisa membunuh virus”. Saya bocorkan saja jawabnya: tidak. Antibiotik hanya bisa membunuh bakteri.
Sejak kapan Indro menemukan solusi nyata untuk kehidupan yang lebih baik? “Sejak saya masih jadi peneliti junior. Itu tahun 2005,” katanya.
Saat itu ada penyakit AI pada ayam. Membahayakan. Bisa jadi wabah. Temuannya kala itu, katanya, juga ditertawakan orang. “Jadi kalau sekarang masih ditertawakan itu sudah biasa,” katanya.
“Jika pak Dahlan pernah dengar tentang bayclin untuk membunuh virus AI di kandang, itu hasil penelitian saya,” ujar Indro.
Saya minta maaf. Saya tidak pernah mendengar itu. Saya tidak punya ternak ayam. Saya hanya suka sop ayam. Terutama yang bikinan Si Galuh Banjar itu.