JAKARTA – Penggunaan alat Transportasi ramah lingkungan seperti kendaraan listrik, saat ini mutlak harus dilakukan.
Hal ini, dilakukan untuk menekan emisi gas karbon yang setiap harinya memiliki dampak terhadap perubahan iklim di dunia.
Indoneia sendiri pemerintah terus melakukan penekanan dengan membuat berbagai kebijakan mengenai emisi karbon.
Data World Resources Institute menunjukkan bahwa Indonesia menyumbang 2,03% emisi gas yang mengotori udara dunia (10 dunia).
Di seluruh dunia diakui jika transportasi memiliki kontribusi besar dalam emisi gas rumah kaca. Bahkan kontribusinya bisa mencapai 15 persen secara global.
Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) I Gusti Ayu Andani mengatakan, saat ini, rata-rata emisi gas rumah kaca di Indonesia terus mengalami peningkatan.
‘’Peningkatan level emisi di Indonesia tiap tahun lebih tinggi daripada rate global. Ini artinya tak ada penurunan secara signifikan,” ujar Ayu ketika memberikan materi dalam webinar forum wartawan tenologi, Selasa, (27/5).
Dia menyebutkan, emisi dari sektor transportasi menyumbang 27 persen dari total emisi atau sekitar 160 juta ton di Indonesia pada tahun 2020.
Total emisi pada tahun 2020 sebesar 590 juta ton dan diperkirakan akan terus naik jika tidak dilakukan intervensi.
Penyumbang emisi terbesar pada tahun 2020 berasal dari sektor ketenagalistrikan sebesar 35 persen. Kemudian, diikuti dengan sektor transportasi yaitu 27 persen.
Untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2050 di seluruh dunia, diperlukan dekarbonisasi pada kedua sektor tersebut.
‘’khusus sektor transportasi, salah satunya adalah dengan peralihan kendaraan listrik,” ujar Ayu.
Kendaraan listrik harus menguasai 40% total penjualan kendaraan pada tahun 2030 secara global untuk mencapai net zero emission pada tahun 2050.
Namun, peralihan dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik bukan perkara mudah.
Di Indonesia, misalnya, hanya 3.500 unit kendaraan listrik roda dua dan 1.800 unit kendaraan listrik roda empat yang terjual pada tahun 2021.
Salah satu tantangan terbesarnya adalah membangun ekosistem pendukungnya, terutama stasiun pengisian ulang baterai dan juga penggantian baterai (swap).
Sementara itu, Fabby Tumiwa, Executive Director Institute for Essential Services Reform menuturkan, sebagai upaya berkelanjutan mencapai NZE dari sektor transportasi tak melulu harus menggunakan teknologi pintar yang terlalu rumit.