JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pada Maret 2022 ini nilai ekspor mencapai US$26,50 miliar.
Nilai ini meningkat signifikan sebesar 29,42% (mtm) atau sebesar 44,36% (yoy) dan disaat bersamaan nilai impor pada Maret 2022 mencapai US$21,97 miliar.
‘’Untuk pertumbuhannya sebesar 32,02% (mtm) atau 30,85% (yoy),’’kata Airlangga Hartarto dalam keterangannya, Selasa, (19/4).
Kondisi ini menjadikan tren positif dengan neraca perdagangan Kembali mengalami surplus dengan nilai US$4,53 miliar.
Airlangga Hartarto memastikan, Surplus ini menjadi tren positif selama 23 bulan berturut-turut yang dimulai sejak Mei 2020 lalu.
Meski kondisi situasi global masih belum sepenuhnya pulih, perdagangan internasional Indonesia mengalami surplus yang beimplikasi pada kenaikan devisa.
Di tengah eskalasi perang Rusia-Ukraina. Surplus juga berdampak pada peningkatan kapasitas dan ketahanan sektor eksternal Indonesia.
Tren positif dengan nilai surplus ini ditopang oleh menguatnya harga beberapa komoditas andalan ekspor Indonesia
Tercatat pada Maret 2022, harga batubara meningkat 49,91% (mtm), nikel tumbuh 41,26% (mtm), dan CPO naik 16,72% (mtm).
Pemerimtah juga sudah memerintahkan untuk terus memacu hilirisasi Industri komoditas unggulan dengan terus memacu komoditas yang memiliki nilai tambah.
Salah satu Industri yang sudah ditekankan untuk memiliki nilai tambah adalah dari bijih nikel dengan penekanan membuat produk turunan besi dan baja (Fero Nikel).
Berdasarkan unit value ekspor, nilai tambah yang didapatkan dari produk Fero Nikel mencapai 60 kali lebih besar dari nilai komoditas bijih nikel dan konsentratnya.
Peningkatan nilai tambah dalam aktivitas produksi juga tercermin dalam aktivitas manufaktur yang terus berada di level ekspansif.
Selain itu, untuk posisi Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2022 berada di posisi 51,3.
Posisi tersebut lebih tinggi dibandingkan level Februari 2022 yang sebesar 51,2, serta masih melanjutkan level ekspansi selama tujuh bulan beruntun.
Kenaikan level PMI Indonesia sejalan dengan PMI Regional ASEAN yang juga mengalami ekspansi sebesar 51,7, di mana Singapura menempati posisi tertinggi (55,0) dan diikuti Filipina pada posisi kedua (53,2).
Lebih lanjut, level PMI Indonesia masih berada di atas level PMI negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (49,6) dan Myanmar (47,1).